Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sejumlah akademisi Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus Ahli Hukum mengirimkan Amicus Curiae ke Mahkamah Agung (MA). Amicus Curiae terkait perkara dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT 31.670 m2 di kawasan Pantai Pede, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, di tingkat kasasi.

Amicus curiae merupakan istilah hukum, yang merujuk saat ada pihak yang merasa berkepentingan memberi masukan kepada pengadilan dalam suatu perkara. Adapun amicus curiae ini disusun dan disampaikan oleh Prof. Topo Santoso, Dr. Dian Puji Simatupang,
Dr. Hendry Julian Noor, Karina Dwi Nugrahati Putri. Empat akademisi sekaligus ahli hukum itu meminta agar investasi swasta pada aset pemerintah tidak dikriminalisasi.

“Keterangan Tertulis Amicus Curiae ini disampaikan dengan harapan dapat memberikan kontribusi dalam menegakkan keadilan dan kepastian hukum. Kami berharap putusan dalam perkara ini tetap menghormati prinsip-prinsip hukum yang berlaku, menjunjung tinggi asas pacta sunt servanda, serta melindungi kebenaran, menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak,” ucap Prof. Topo Santoso dalam keterangan tulis Amicus Curiae, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (3/10/2024).

Bukan tanpa alasan Amicus Curiae itu dilayangkan. Mengingat berdasarkan fakta persidangan sebelumnya, dinyatakan tidak ada unsur melawan hukum dalam Pasal 2 Ayat (1) dan unsur penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 pada perkara tersebut.

“Tidak (terjadi pemenuhan unsur-unsur perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan), apabila persoalan kesalahan administrasi bukanlah bentuk perbuatan melawan hukum pidana berdasarkan Pasal 20 UU Nomor 30 Tahun 2014,” kata dia.

Proses pelelangan bahkan disebut telah sesuai dengan prosedur sebagaimana diamanatkan Permendagri Nomor 17 Tahun2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Tak hanya itu, nilai kontribusi yang ditetapkan merupakan nilai wajar yang sudah ditentukan dalam Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 sekalipun tidak menggunakan apprisal independen, melainkan oleh Tim Penilai yang ditetapkan oleh gubernur.

“Berdasarkan Barang Bukti Nomor: 142 yang dihadirkan Pemohon Kasasi /dahulu Penuntut Umum berupa Hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan Kantor Perwakilan NTT Nomor: 91.B/LHP/XIX.KPU/05/2021, tanggal 17 Mei 2021 Tentang Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi NTT Tahun 2020, halaman 71 secara tegas menyatakan “Pemutusan Sepihak Mitra BGS Belum Sesuai Ketentuan”. Tidak sesuai dengan ketentuan tersebut bersesuaian dengan Bukti Surat T-17 dan T-18 berupa Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor: 302/ PDT. G/ 2022/ PN. KPG, tanggal 14 November 2023 yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor: 175/ PDT/ 2023/ PT. KPG, tanggal 20 Februari 2024 antara lain menyatakan Perjanjian Kerja Sama BGS antara Pemerintah Provinsi NTT dengan PT. SIM, tanggal 23 Mei 2014 SAH menurut HUKUM dan Perbuatan Pemerintah Provinsi NTT yang melakukan PHK secara sepihak terhadap PT. SIM merupakan Perbuatan Melawan Hukum,”jelasnya.

Adapun terkait unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, justru terbukti sebagai menguntungkan pihak Pemerintah Provinsi NTT dengan mendapatkan kontribusi tahunan, serta retribusi daerah dan pajak pendapatan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dengan adanya PT SIM.

“Unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi ini tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yakni memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi itu dilakukan secara melawan hukum. Dan, tidak cukup hanya itu saja. Tindakan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dilakukan secara melawan hukum itu haruslah menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Semua itu harus terpenuhi, jika tidak maka tidak terjadi delik di Pasal 2 UU Tipikor itu,” tutur dia.

“Berdasarkan uraian di No 8 di atas, maka tidak terpenuhi unsur melawan hukum yang mana melawan hukum di situ maksudnya adalah sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Karena tidak terpenuhi nya unsur melawan hukum itu, maka konsekuensinya unsur “memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi” yang bersifat melawan hukum itu tidaklah terpenuhi,” katanya menambahkan.

Kemudian, dinilai tidak terjadi pemenuhan unsur merugikan keuangan negara dalam perkara tersebut. Justru sebaliknya, daerah memperoleh keuntungan atas naiknya nilai aset tanah yang dimilikinya atas pembangunan yang telah dilakukan.

“Tidak terpenuhi unsur kerugian negara yang nyata dan pasti justru daerah memperoleh keuntungan atas naiknya nilai aset tanah yang dimilikinya atas Pembangunan yang telah dilakukan, sehingga juga telah memperoleh pendapatan yang sah dari konstribusi yang masuk ke kas daerah dan APBD. Hal ini dikuatkan dalam putusan yang ternyata tidak pernah ada kerugian negara yang terjadi dan konstribusi yang dianggap belum dibayarkan telah dinyatakan keliru karena telah ada putusan perdata yang menyatakan Pemda Provinsi yang melakukan tuntutan sepihak kenaikan kontribusi yang tidak sesuai dengan perjanjian yang disepakati sebelumnya,” ungkap dia.

Para ahli berpendapat tak ada unsur melawan hukum atau pidana dalam perkara ini. Atas dasar itu, para ahli sekaligus akademisi meminta agar investasi swasta di Pantai Pede NTT tidak dikriminalisasi.

“Konflik-konflik yang bersumber dari perjanjian perdata serta kesalahan-kesalahan administratif semestinya tidak dengan mudah dibawa ke ranah pidana tanpa mempertimbangkan bahwa penggunaan pranata hukum pidana seharusnya menjadi last resort jika pranata hukum lain tidak mampu menyelesaikan permasalahan. Bukan justru malah menentang penyelesaian yang telah dilakukan pada ranah hukum lain, dalam kasus a quo adalah telah adanya putusan perdata yang menyatakan Pemda Provinsi-lah yang telah melakukan ‘pemaksaan’ kenaikan kontribusi yang tidak sesuai dengan perjanjian yang sebelumnya dan memutus perjanjian secara sepihak,” pungkasnya.

Sebelumnya, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kupang memvonis bebas empat terdakwa kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset Pemprov NTT 31.670 m2 di kawasan Pantai Pede, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Rabu (3/4). Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan dakwaan primair Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Pemberantasan Tipikor) yang didakwakan jaksa penutut umum (JPU) adalah tidak terbukti. Begitu pula dakwaan subsidair Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.

Adapun empat terdakwa itu adalah Kabid Pemanfaatan Aset/Pengguna Barang Provinsi NTT Thelma Debora Sonya Bana, Direktur PT Sarana Investama Manggabar dan Direktur Sarana Wisata Internusa, Heri Pranyoto, Lydia Chrisanty Sunaryo, dan seorang investor bernama Bahasili Papan.