KPK Periksa Kakak Kandung Cak Imin soal Dana Hibah Jatim

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kakak kandung Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Abdul Halim Iskandar diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Kamis (22/8).

Abdul Halim yang juga Menteri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) diperiksa terkait kasus dugaan suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur TA 2019-2022.

“Ya itu (soal kasus dana hibah di Jatim), kalau di surat panggilannya terkait dengan masalah Jawa Timur,” kata Abdul Halim kepada wartawan, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (22/8).

Namun demikian, Abdul Halim mengaku tidak mengetahui keterkaitan kasus tersebut dengan dirinya. Bahkan, dirinya membantah dana hibah Jatim turut melibatkan kementeriannya.

Mantan Ketua DPRD Jawa Timur itu pun menyebut, dirinya hanya akan memberi keterangan sesuai dengan yang diketahuinya seputar kasus tersebut.

“Ya itu yang nggak tau, nanti kita lihat. Jadi diundangannya jelas, kaitannya dengan Jawa Timur. Ya apapun yang ditanya saya jawab nanti sesuai dengan apa yang ada,” pungkas Abdul Halim.

Sebagaimana diketahui, kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang menyeret mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak, dimana ia diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat.

Dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat di Jatim.

Praktik suap diduga sudah terjadi untuk dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021. Sahat yang merupakan politikus Golkar dan seorang pihak lain bernama Abdul Hamid diduga kemudian bersepakat untuk praktik tahun anggaran 2022 dan 2023.

Sahat sudah menjalani proses sidang dan divonis 9 tahun penjara. Pengembangan kasusnya saat ini tengah diusut.

Dalam pengembangan itu, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka. Namun identitasnya belum dibeberkan. Begitu juga konstruksi kasusnya.

Berdasarkan perannya, empat tersangka merupakan penerima. Tiga orang di antaranya merupakan penyelenggara negara. Sementara, satu lainnya adalah staf dari penyelenggara negara.

Sementara, 17 tersangka sisanya berperan sebagai pemberi. Sebanyak 15 orang berasal dari pihak swasta dan dua orang lainnya merupakan penyelenggara negara.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral