JAKARTA, HOLOPIS.COMPemerintah melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor HK 02.02/I/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan.

Di dalam SE yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir, pemerintah memberlakukan batas maksimal tarif real time polymerase chain reaction (RT-PCR) di pulau Jawa dan Bali sebesar Rp275.000, sementara untuk di luar pulau Jawa dan Bali sebesar Rp300.000.

Penurunan tarif RT-PCR ini dilakukan berdasarkan hasil evaluasi pemerintah terhadap komponen jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai dan reagen, komponen biaya administrasi dan komponen biaya lainnya.

Kebijakan tersebut dikeluarkan pula untuk menganulir SE sebelumnya yakni HK 02.02/I/2845/2021.

Sayangnya, SE tersebut tidak dibarengi dengan regulasi yang konstruktif dengan sikap pemerintah untuk menekan tarif RT-PCR agar terjadi pemerataan.

Hal ini seperti yang dikeluhkan oleh salah satu pengamat kebijakan publik, Alvin Lie.

Di dalam kicauannya di Twitter pribadi, Alvin menilai bahwa SE tersebut adalah kebijakan setengah hati pemerintah.

“Peraturan setengah hati. Tidak ada sanksi, tidak ada standar pelayanan,” kata Alvin di akun @alvinlie21 dikutip oleh Holopis.com, Rabu (27/10).

Kemudian, di dalam SE tersebut hanya tercantum batas maksimal biaya RT-PCR saja, tidak dijelaskan secara rinci tentang batas waktu hasil test dan batas maksimal keluarnya hasil test.

Kondisi ini menurut Alvin berpotensi menjadi celah permainan harga kembali oleh para pelaku bisnis swab PCR ini.

“Nanti banyak yang terapkan biaya tes PCR Rp275 ribu (tapi) hasil keluar 2 hari. Kalau mau hasil keluar 24 jam Rp.
400 ribu, 12 jam Rp600 ribu, 6 jam Rp900 ribu. Surat Keterangan tambah Rp50 ribu,” ujarnya.

Jika sampai ada praktik semacam itu bebas mulus dijalankan oleh pebisnis farmasi, ia yakin pemerintah akan kesulitan menindak karena tidak ada instrumen hukum yang jelas.

“Pemerintah tidak bisa apa-apa,” pungkasnya.

Perlu diketahui pula, perusahaan pengolahan grafik data, perupadata memposting infografis tentang kebijakan baru pemerintah di dalam SE Nomor HK 02.02/I/3843/2021. Di sana tertuang info bahwa biaya atau tarif swab tes RT-PCR maksimal sebesar Rp275.000 untuk wilayah Jawa-Bali, sedangkan untuk luar Jawa-Bali sebesar Rp300.000. Kemudian untuk batas maksimal keluarnya hasil swab test tersebut adalah 1×24 jam.

Namun ada netizen lain yang menyampaikan sekilas kisah pilunya menjalani swab test RT-PCR di tahun 2020 silam. Di mana ia harus merogoh kocek hingga Rp1,5 juta dengan asumsi hasil keluar selama 3 (tiga) hari. Situasi ini dikisahkan oleh AZ pemilik akun @kxxrlrd.

“Masih inget taun lalu kurang lebih, gw PCR 1.5 jt hasilnya 3 hari…..,” tulisnya.

Komentar AZ ini pun ditimpali oleh netizen lain pemilik akun Arkanezt. Ia mengaku pernah membayar biaya PCR sebesar Rp2 juta untuk luar Jawa-Bali.

“Aku tahun lalu PCR 2,5jt hasilnya 6-7 hari. Derita luar Jawa-Bali,” tulisnya.

Sementara pemilik akun @AhmadNgemil malah mempertanyakan, apakah dengan harga Rp275 ribu, para pebisnis swab ini tidak rugi.

“Lah giliran disuruh bisa turun 275rb? Apa terus merugi? Kalo merugi gak ada swasta yg buka layanan PCR nanti. Enak juga ya selama 1,5 tahun ini main di bisnis tes PCR gini. Rakyat dikadalin,” tulisnya.

Perlu diketahui pula, bahwa statemen dari Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir menyampaikan, bahwa kebijakan penekanan harga RT-PCR ini bisa tercapai dengan evaluasi dan penurunan harga penunjang.

“Sekarang ini sudah terjadi penurunan harga, apakah itu harga alat, termasuk bahan habis pakai, termasuk hazmat dan sebagainya, sehingga ini menyebabkan harga itu kita turunkan,” kata Kadir hari Rabu 27 Oktober 2021.