Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta meyakini dan menguatkan jika keluarga mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) turut menikmati hasil tindak pidana korupsi. Diduga keluarga menikmati hasil pemerasan terhadap sejumlah pejabat eselon Kementan oleh SYL bersama-sama Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Sekjen Kementan) Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta. 

Hal itu terungkap dalam dalam uraian fakta sidang, hal memberatkan dan meringankan yang dibacakan majelis hakim dalam sidang putusan terdakwa Syahrul Yasin Limpo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/7). Tak hanya terdakwa SYL dan keluarga, hakim juga menyebut kolega SYL juga turut menikmati hasil tindak pidana tersebut. 

“Terdakwa dan keluarga terdakwa serta kolega terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana korupsi,” ujar Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh saat membacakan hal memberatkan vonis terdakwa SYl, dalam persidangan, seperti dikutip Holopis.com.

Majelis hakim juga menilai SYL selaku Mentan tidak mendukung program pemerintah dalam tindak pidana korupsi kolusi dan nepotisme. Selain itu, SYL selaku Mentan tidak meberikan teladan yg baik sebagai pejabat publik. 

Dugaan menikmati atau menerima fasilitas atau uang oleh pihak keluarga juga diutarakan majelis hakim dalam hal pertimbangan yang meringankan. Dimana, dimana terdakwa SYL dan keluarga telah mengembalikan sebagian uang dan barang dari hasil tindak pidana korupsi. 

“Terdakwa dan keluarga terdakwa telah mengembalikan sebagian uang dan barang dari hasil tindak pidana korupsi yg dilakukan oleh terdakwa,” ucap hakim. 

Hakim juga mematahkan dalih SYL dan tim pengacaranya terkait pemberian mobil Toyota Inova untuk anak SYL bernama Indira Chunda Thita Syahrul, perekrutan Tenri Bilang Radisyah selaku cucu SYL sebagai honorer Kementan, pembayaran perawatan kulit, pembayaran parfum, pembelian cincin, hingga pembayaran biaya umrah. Menurut majelis hakim hal-hal tersebut telah sesuai dengan fakta persidangan. 

“Terbukti adanya kerjasama yang erat dan diinsafi antara terdakwa Syahrul Yasin Limpo bersama-sama terdakwa Kasdi, M Hatta, Imam Mujahidin Fahmid (eks stafsus SYL), Panji Harjanto (mantan ajudan SYL) dalam mewujudkan perbuatan tindak pidana korupsi yaitu bersama-sama dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara menyalahgunakan kekuasaan memaksa para pejabat eselon 1 beserta jajaran dibawahnya untuk mengumpulkan uang dan melakukan pembayaran untuk keperluan pribadi terdakwa Syahrul Yasin Limpo, keluarga terdakwa dan keperluan lainnya atas arahan terdakwa secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaan yg menguntungkan terdakwa sejumlah Rp 14.147.144.786 (Rp 14,1 miliar) dan USD 30 ribu,” ungkap Hakim. 

“Menurut majelis hakim terdakwa SYL, terdakwa Kasdi, terdakwa M Hatta, saksi Imam Mujahidin Fahmid dan serta saksi Panji Harjanto telah mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatan dan masing-masing dari mereka menyadari tentang perbuatan yang dilakukan tersebut adalah perbuatan yang dilarang akan tetapi mereka tetap melakukan perbuatan tersebut serta saling membagi peran satu sama lainnya demi mewujudkan sempurnanya delik tersebut,” ditambahkan hakim. 

Dalam uraiannya majelis hakim menyanggah nota pembelaan SYL dan kuasa hukum atas sejumlah fakta yang telah terungkap dalam persidangan. Salah satunya soal pemberian mobil kepada Indira Chunda Thita Syahrul. 

“Jika terdakwa tidak menyetujui mengenai keberadaan mobil tersebut semestinya terdakwa memerintahkan saksi Indira Chunda Thita mengembalikan mobil tersebut di kementan karena itu bukan haknya” ucap hakim. 

Lalu terkait perekrutan Tenri Bilang Radisyah sebagai honorer Kementan. Hakim menyebut SYL dengan kekuasannya selaku mentan merekomendasikan cucunya sendiri untuk menjadi tenaga honorer dengan dibayar oleh kementan tanpa melalui prosedur yang semestinya. 

“Bukan hanya terkait honor yang diterima saksi Tenri Bilang Radisyah tetapi juga berkaitan dengan bagaimana terdakwa telah melakukan kekuasan dan kewenangan sebagai seorang Menteri untuk merekomendasikan saksi Tenri Bilang Radisyah yang merupakan cucu sendiri untuk menjadi tenaga honorer dengan dibayar oleh kementan tanpa melalui prosedur yang semestinya, karena bekerja sebagai tenaga honorer di Kementan bukanlah tugas belajar sebagaimana diutarakan terdakwa,” tegas hakim. 

Dalam persidangan majelis hakim juga mengungkap adanya sejumlah pengembalian kepada KPK. Diantaranya pengembalian uang oleh dua anak SYL

Indira Chunda Thita dan Kemal Redindo Syahrul. 

Hakim menyebut Kemal Redindo Syahrul menyetorkan uang sebesar Rp 253 juta ke rekening 

penampungan KPK pada 5 juni 2024. Sementara Indira Chunda Thita menyetorkan uang Rp 293 juta ke 

rekening penampungan KPK pada tanggal 25 juni 2024.

“Uang sebesar Rp 253  juta yg disetor oleh saksi Kemal Redindo Syahrul pada tanggal 5 juni 2024 ke rekening penampungan KPK, merupakan uang yang diperoleh keluarga terdakwa SYL yang bersumber dari uang pengumpulan pejabat eselon 1 kementan RI,” kata hakim. 

Atas dasar itu, majelis hakim meyakini Syahrul Yasin Limpo melakukan pemerasan terhadap anak buahnya di Kementan dan menerima gratifikasi terkait jabatannya. Majelis hakim lalu menjatuhkan vonis 10 Tahun pidana penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan terhadap Syahrul Yasin Limpo. 

Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap SYL berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 14,1 miliar ditambah US$ 30.000 subsider 2 tahun kurung penjara. 

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 300 juta subsider kurungan empat bulan,” ucap hakim Rianto Adam Pontoh saat membacakan amar putusan. 

Menurut majelis hakim, SYL terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama penuntut umum. Adapun perbuatan itu dilakukan bersama-sama Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta. 

Majelis hakim berkeyakinan perbuatan SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Adapun vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa sebelumnya menuntut SYL dihukum 12 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta serta membayar uang  pengganti Rp 44,7 miliar.  

Selain SYL, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman terhadap Kasdi dan Hatta. Keduanya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kasdi Subagyono divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Sebelumnya Kasdi Subagyono dituntut hukuman 6 tahun penjara. Kasdi juga dituntut dengan pidana denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. 

Sementara itu, Muhammad Hatta divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Muhammad Hatta sebelumnya dituntut hukuman 6 tahun penjara. Hatta juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.