HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat kebijakan sekaligus Dewan Pembina PP KMR (Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika), Iwan Bento Wijaya memberikan respons atas diberlakukannya KTP sebagai syarat pembelian Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg).
Yang mana aturan tersebut diberlakukan sejak 1 Juni 2024 lalu oleh PT Pertamina (Persero) dengan dalih sebagai upaya penyaluran gas elpiji melon tepat sasaran kepada masyarakat miskin.
Menurut Iwan, kebijakam tersebut sudah efektif sebagai upaya pemerintah dalam memberlakukan kebijakan gas elpiji bersubsidi tepat sasaran dengan memanfaatkan basis data penerima manfaat dan terintegrasi dengan data penerima manfaat sesuai dengan harapannya. Sehingga terjadi keakuratan dan ketepatan.
“(Pembelian LPG subsidi tanpa data) Tidak hanya membahayakan masyarakat, namun juga tidak memberikan keadilan terhadap akses energi,” kata Iwan dalam Focus Group Discussion dengan tema “Validasi Data Wujudkan Kesejahteraan dan Keteraturan Subsidi LPG Tepat Sasaran” yang diselenggarakan di aula Universitas Paramadina pada Jumat (21/6) seperti dikutip Holopis.com.
Selain menjadi portal data base, sambungnya, penggunaan teknologi digital dapat menjadi salah satu mekanisme pengawasan. Sehingga mencegah terjadinya kegiatan ilegal dan melawan hukum dengan melakukan pengoplosan elpiji subsidi kepada elpiji nonsubsidi.
“Maka dengan penggunaan teknologi digital, data by name by address bisa digunakan untuk melihat angka konsumtif masyarakat, menghemat anggaran, dan menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan adil,” ujarnya.
Kegiatan FGD ini diselenggarakan berkat kerja sama antara Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika (PP KMR) bersama Serikat Mahasiswa Universitas Paramadina.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Asosiasi Warteg Kharisma Bahari Dasuki, menberikan testimoni tentang penggunaan gas elpiji subsidi di warung-warungnya.
Ia menyampaikan bahwa selama ini ia jarang sekali mengalami hambatan dalam mendapatkan gas elpiji bersubsidi.
Bahkan dirinya juga menyebutkan dalam seminggu bisa menghabiskan rata-rata dua tabung gas elpiji bersubsidi.
“Kalau kita melihatnya ya sangat butuh untuk subsidi gas melon itu, dan semua ini sudah merata di warteg-warteg,” ujarnya.
Lantas, akademisi sekaligus ekonom Indonesia, Handi Risza Idris menjelaskan tentang pentingnya subsidi bagi ekonomi masyarakat.
Dalam paparannya, program pengelolaan subsidi bertujuan untuk meringankan beban masyarakat dalam menghasilkan barang dan jasa, meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya pada sektor transportasi dan komunikasi, serta memberikan insentif bagi dunia usaha (UMKM) dan masyarakat.
Menurutnya, ada beberapa tantangan yang dihadapi hari ini terkait dengan gas elpiji bersubsidi, salah satunya ialah inclusion dan exclusion error, situasi di mana kelompok yang seharusnya menerima namun tidak menerima, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut terjadi lantaran mekanisme subsidi yang didistribusikan masih secara terbuka.
“Berdasarkan dari TNP2K, ternyata masyarakat yang berhak menerima subsidi itu hanya 22% (12,5 juta) dari perkiraan 32% rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah, 2,7 juta kepala rumah tangga perempuan juga tidak menerima subsidi, 760 penyandang disabilitas yang tidak mampu juga tidak menerima subsidi, dan sebanyak 4,06 juta kelompok masyarakat lanjut usia (Lansia) juga tidak menerima,” ungkap Handi.