HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional (TKN) Golf Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Mangapul Silalahi meluncurkan buku berjudul ‘Hitungan Jari Yang Sampai’ di Auditorium RRI Pusat, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (24/5).
Dalam kesempatan itu, Mangapul menerangkan bahwa buku barunya itu berisi kisah tentang kenangan, renungan dan catatan pribadi Mangapul Silalahi. Mulai saat menjadi aktivis 98 hingga sekarang sebagai advokat.
“Esensi buku ini sederhana. Kalau mau dikenang bicaralah seperti orator. Menulislah seperti wartawan. Kalau tidak menulis, ya kau punah,” kata Mangapul saat memberikan keterangan yang dikutip Holopis.com.
Lantas, Waketum Partai Prima tersebut juga mengatakan bahwa menulis itu sebenarnya adalah pekerjaan yang sangat mudah. Asalkan mau bergerak menuangkan segala ide yang ada di otak dalam bentuk tulisan. Sebab kata dia, tulisan itu akan bisa menjadi bahan bekal bagi para generasi penerus untuk belajar tentang sejarah dari para pendahulunya.
“Generasi muda saat ini membutuhkan banyak literasi. Namun, yang terpenting saya mau katakan, bahwa manusia seutuhnya itu punya kemandirian baik dalam pikiran maupun dalam tindakan,” ujarnya.
Mangapul menegaskan konstitusi Indonesia membebaskan rakyatnya untuk menyampaikan pendapat. Hal itu diatur dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945.
“Sekalipun dia punya pilihan baik pilihan politik maupun apapun, dia tetap punya namanya otonom dalam dirinya dan dia berhak mengutarakan itu, tanpa tekanan, tanpa batasan apapun,” tegas aktivis 98 itu.
“Kadang-kadang kan kita takut menyuarakan apa yang kita pikirkan. Kita khawatir karena ketakutan akan posisi jabatan kehilangan sesuatu, tidak. Padahal akhirnya nanti kan semua akan berakhir. Banyak yang terpanggil, sedikit yang terpilih dan hitungan jari yang sampai,” sambung dia.
Selain itu, Mangapul menjelaskan buku ini mengandung histroris perjalanan hidupnya sebelum menjadi aktivis yang ikut melengserkan Presiden ke-2 Soeharto.
“Jadi yang harus dicatat juga peristiwa 98 itu bukan peristiwa tunggal ya. Ada rangkaian sejarah, jadi 98 itu hanya sebuah momentum saja. Lain sebelum itu, banyak. Saya 89 itu masih SMA, tapi selebaran (ajakan demo) sudah dapat,” papar dia.