HOLOPIS.COM, JAKARTA – Advokat dari Eternity Global Law Firm, Andreas membongkar kasus yang turut melibatkan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendi Hutahaean (REH). Hal itu disampaikannya saat melaporkan REH ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Dalam laporannya, ia menaruh curiga, bahwa sosok pejabat di DIrektorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu itu tidak melaporkan kekayaannya dengan benar di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK.
Andreas menyampaikan, bahwa permasalahan antara kliennya yakni Wijanto Tirtasana dengan REH sejatinya bersifat personal, karena keduanya pernah menjalin hubungan kerja sama bisnis pada rentang tahun 2017 hingga 2022.
Namun karena khawatir jika bisnis yang dilakukan kliennya dituding bagian dari tindak pidana korupsi oknum pejabat bea cukai tersebut. Ia pun melaporkan perihal kejanggalan harta kekayaan tersebut kepada instansi terkait, yang dalam hal ini Kemenkeu.
“Sebenarnya personal, ini tidak ada masalah dengan (instansi), biarlah ranah hukum tetap berjalan. Tetapi kalau kami kuasa hukum, setelah memegang perkara ini kami melihat kejanggalan, dan sebagai warga negara yang baik kami melaporkan,” katanya dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Senin (13/5).
Andreas lantas membeberkan, bahwa bisnis yang sempat dijalankan REH bersama kliennya itu adalah ekspor-impor pupuk. REH pun disebut sempat menyerahkan pinjaman modal usaha senilai Rp 7 miliar kepada Wijanto.
Namun dengan syarat, Wijanto harus memberikan jabatan kepada istri REH sebagai komisaris utama dan pemegang saham 40 persen yang nilainya sekitar Rp 24 miliar, dari total aset perusahaan Wjanto yang senilai Rp 60 miliar.
Atas hal itu, ia lantas melihat adanya kejanggalan yang dalam hal ini terkait harta kekayaan WIjanto. Ia lantas mempertanyakan apakah uang tersebut dilaporkan ke LHKPN atau tidak. Sebab per 2022, REH tercatat hanya memiliki harta kekayaan senilai Rp 6,5 miliar.
“Tapi kita cek di AHU, di AHU itu jelas saham dari istrinya sebesar 40%. Notabene dari Rp 60 miliar yang sudah diakui adalah uang perusahaan, 40% adalah Rp 24 miliar, dicatatkan atau tidak ke LHKPN? Usahanya dicatatkan atau tidak? Apalagi ini perusahaan pupuk yang ada ekspor-impor, jadi yang kita permasalahkan itu,” terang Andreas.
Selain itu, Andreas juga menyebut REH telah memaksa kliennya untuk mentransfer sejumlah uang ke beberapa perusahaan. Jumlah yang diminta pun tak main-main, yakni mencapai Rp 3,4 miliar.