HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Wantim MUI, KH Zainut Tauhid Sa’adi memberikan respons atas kemunculan banyak video konflik membangunkan sahur yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Dalam kesempatan ini, Zainut Tauhid memberikan pandangan bahwa kegiatan tongtek atau proses membangunkan sahur dengan keramaian tersebut sudah tidak efektif lagi.
“Menurut saya membangun sahur dengan cara seperti itu sudah tidak tepat lagi, dan sudah saatnya ditertibkan,” kata Zainut Tauhid dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (27/3).
Menurutnya, saat ini proses membangunkan sahur sudah bisa dilakukan dengan menyetel alarm di handphone masing-masing. Sementara kegiatan membangunkan sahur yang terjadi saat ini cenderung malah meresahkan dan mengganggu.
“Sekarang hampir setiap orang sudah punya alat pengingat waktu atau alarm untuk membangunkan orang tidur. Apakah alarm itu dari jam atau pun HP,” ujarnya.
Bagi Zainut Tauhid, era saat ini memang sudah tidak relevan lagi menggunakan cara-cara tradisional untuk membangun sahur masyarakat saat bulan suci Ramadan. Sehingga ia berharap cara-cara semacam itu segera dihentikan saja, sehingga semua pihak dapat merasakan kenyamanannya.
“Zaman dulu mungkin cara seperti itu tepat, di saat belum ada alat yang canggih untuk membangunkan orang, tapi untuk zaman sekarang sebaiknya cara-cara seperti itu sudah harus ditinggalkan,” tandasnya.
Lebih lanjut, mantan Wamen Agama tersebut mengatakan bahwa tujuan membangunkan sahur untuk masyarakat agar tidak terlewatkan momentum sahur adalah sesuatu yang baik. Namun perbuatan yang baik harus juga dibarengi dengan cara yang baik.
“Maksud membangunkan orang sahur memang baik, tapi harus dengan cara yang baik pula. Tidak boleh dengan cara yang mengganggu ketertiban dan ketenangan masyarakat,” tuturnya.
Terakhir, ia pun kembali menyampaikan bahwa dalam menjalankan kehidupan sosial yang majemuk di tengah berbagai perbedaan, upaya-upaya toleransi dan saling tenggang rasa harus diperkuat di lingkungan masyarakat.
“Kita hidup di tengah masyarakat yang majemuk, baik suku, adat, budaya dan agama. Untuk itu kita harus mengembangkan sikap toleransi, tepo seliro, arif dan bijaksana dalam hidup bersama,” tukasnya.