HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (LBH PB SEMMI), Gurun Arisastra mengatakan bahwa Hana Hanifah dipanggil oleh penyidik Polres Jaksel sebagai terlapor dalam kasus judi online, namun mangkir dari panggilan polisi.

“Iya, berdasarkan informasi dan data yang kami peroleh, Hana Hanifah 28 November dipanggil dan 11 Januari dipanggil, namun yang bersangkutan tidak hadir alias mangkir,” kata Gurun kepada Holopis.com, Jumat (26/1).

Oleh sebab itu, ia pun meminta kepada tim penyidik dari Polres Metro Jakarta Selatan untuk segera menjemput paksa perempuan cantik kelahiran Bogor, 30 April 1995 tersebut, karena telah mangkir dari panggilan polisi. Selain itu, Gurun juga mendorong kepada Kepolisian untuk menaikkan status Hana Hanifah sebagai tersangka dalam kasus promosi judi online.

“Seharusnya hadir, karena panggilan polisi adalah wajib hukumnya. Karena sudah mangkir dua kali dari panggilan polisi, kami minta polisi jemput paksa Hana Hanifah dan tetapkan tersangka,” ujarnya.

Lebih lanjut, Gurun juga mengatakan bahwa permintaan tersebut didasarkan pada alasan pasal 112 ayat 2 KUHAP mengatur bahwa orang yang dapat dijemput secara paksa adalah tersangka atau saksi. Pasal tersebut berbunyi: “Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya”.

“Karena itu, tersangka maupun saksi yang tidak memenuhi panggilan sebanyak dua kali akan dijemput secara paksa,” tuntutnya.

Kemudian, Gurun juga mengatakan bahwa permintaan penerapan penjemputan paksa terhadap Hana Hanifah sebagai bentuk penegakan hukum equality before the law. Jangan sampai ada upaya untuk mengistimewakan seseorang karena status sosial mereka.

“Setiap penegakan hukum harus berlaku sama pada setiap orang, jika orang lain dijemput paksa karena mangkir dari panggilan polisi maka semestinya ini juga diterapkan pada kasus Hana Hanifah,” tukasnya.

Terakhir, Gurun pun menyayangkan kasus ini berlarut-larut sejak dilaporkan pada Juni tahun 2022. Menurutnya, jika Polri komitmen terhadap pemberantasan judi online semestinya kasus ini masuk ranah pengadilan.

“Prosesnya lambat, sejak Juni 2022, jika Polri komitmen terhadap pemberantasan judi online semestinya sudah ada tersangka bahkan sudah diputus oleh pengadilan,” pungkasnya.