Rabu, 25 Desember 2024
Marry Christmas 2024

Usai Diperiksa KPK, Caleg DPR Malut Muhaimin Syarif Irit Bicara

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Caleg Muhaimin Syarif memilih bungkam terkait pemeriksaanya sebagai saksi kasus dugaan suap proyek dan perizinan yang menjerat Gubernur Malut nonaktif, Abdul Gani Kasuba.

Muhaimin Syarif yang merupakan caleg DPR dari dapil Malut itu enggan mengungkap soal materi yang ditanyakan penyidik selama proses pemeriksaan. Hal itu mengemuka usai Muhaimin Syarif menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/1) malam. Irit bicara, Syarif hanya mengklaim dirinya kooperatif.

“Alhamdulillah saya baru selesai diperiksa sebagai saksi dan insyaallah saya selalu kooperatif, selebihnya silakan ditanyakan ke penyidik,” ujar Muhaimin Syarif, seperti dikutip Holopis.com.

Syarif juga bungkam soal langkah KPK menggeledah rumahnya yang berada di kawasan Pagedagangan. Syarif tak merespons saat ditanya awak media mengenai barang-barang yang disita tim penyidik saat menggeledah rumahnya.

“Sudah beberapa waktu lalu,” singkat Syarif.

Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri sebelumnya mengatakan, Tim penyidik KPK menggeldah rumah Muhaimin Syarif di kawasan Pagedangan Tanggerang, Kamis (4/1) kemarin. Penggeledahan rumah Muhaimin Syarif ini terkait kasus dugaan suap proyek dan perizinan yang menjerat Gubernur Malut nonaktif, Abdul Gani Kasuba.

Dari lokasi dimaksud, kata Ali, ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen termasuk alat eletronik yang diduga nantinya dapat menjelaskan perbuatan dari para tersangka. “Penyitaan berikut analisi atas temuan bukti tersebut juga segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan,” ucap Ali.

Hari ini, giliran rumah Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), Stevi Thomas (ST) dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) digeledah penyidik KPK.

“Hari ini (5/1), Tim Penyidik telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan diwilayah Jakarta yaitu rumah kediaman Tersangka ST dan salah satu kantor pihak swasta,” kata Ali.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan 7 orang tersangka usai Oprasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Malut dan Jakarta pada Senin (18/12). Ketujuh orang tersangka itu yakni Abdul Ghani Kasuba (AGK) selaku Gubernur nonaktif Malut, Adnan Hasanudin (AH) selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut.

Kemudian, Daud Ismail (DI) selaku Kadis PUPR Pemprov Malut, Ridwan Arsan (RA) selaku Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ), Ramadhan Ibrahim (RI) selaku ajudan, Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), anak usaha Harita Group, Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW) selaku swasta.

Dalam perkaranya, Abdul Ghani ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan. Untuk menjalankan misinya tersebut, Abdul Ghani kemudian memerintahkan Adnan, Daud, dan Ridwan untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Malut.

Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Malut mencapai pagu anggaran lebih dari Rp 500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.

Dari proyek-proyek tersebut, Abdul Ghani kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor. Selain itu, Abdul Ghani juga sepakat dan meminta Adnan, Daud dan Ridwan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.

Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu Kristian. Selain itu, Abdul Gani Kasuba diduga salah satunya menerima suap dari Stevi Thomas melalui Ramadhan Ibrahim. Sejauh ini KPK menduga pemberian uang oleh Stevi Thomas itu terkait pengurusan perijinan pembangunan jalan yang melewati perusahannnya.

Abdul Ghani selain itu juga diduga menerima uang dari para ASN di Pemprov Malut untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Malut.

Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp 2,2 miliar. Uang-uang tersebut kemudian digunakan di antaranya untuk kepentingan pribadi Abdul Ghani berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral