HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa dirinya akan membahas tentang isu pengungsi Rohingya dakam acara KTT ASEAN – JEPANG di Tokyo. Menurutnya, isu ini sangat relevan untuk dibahas dalam KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara tersebut.
“Saya kira sangat relevan untuk dibicarakan, karena ini bukan hanya masalah ASEAN, tetapi juga masalah negara-negara yang didatangi pengungsi (Rohingya),” kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (16/12).
Kemudian, Presiden Jokowi juga menyampaikan, bahwa isu pengungsi Rohingya tidak hanya dihadapi oleh Indonesia yang sejauh ini telah menampung lebih dari 1.200 warga Rohingya sejak November 2023, berdasarkan data UNHCR.
“Malaysia juga memiliki problem yang sama dengan jumlah (pengungsi) yang lebih banyak,” kata dia, merujuk pada lebih dari 107.000 pengungsi Rohingya yang mencari suaka di Malaysia, menurut UNHCR hingga November 2023.
Meskipun tidak berkewajiban menerima pengungsi Rohingya karena bukan negara yang meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, Indonesia memutuskan menampung para pengungsi asal Myanmar tersebut berdasarkan diplomasi kemanusiaan. Oleh karena itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terus menyerukan agar akar masalah pengungsi Rohingya bisa segera diselesaikan, sehingga tidak menimbulkan dampak lebih lanjut bagi sesama negara ASEAN.
Menurut dia, kekerasan yang terus terjadi di Myanmar akibat pertentangan antara junta militer dan warga sipil telah memaksa warga Rohingya untuk meninggalkan negara itu, dan banyak di antara mereka akhirnya masuk ke Indonesia.
“Oleh karena itu, saya mengajak masyarakat internasional bekerja sama menghentikan konflik dan memulihkan demokrasi di Myanmar sehingga pengungsi Rohingya dapat kembali ke rumah mereka, yaitu di Myanmar,” kata Retno dalam Global Refugee Forum (GRF) di Kantor PBB, Jenewa, Swiss, Rabu (13/12) kemarin.
Selain itu di dalam Forum GRF, dia juga mengingatkan adanya indikasi kuat bahwa para pengungsi telah menjadi korban dari tindak pidana perdagangan dan penyelundupan manusia atau (TPPO), termasuk ribuan pengungsi yang datang ke Indonesia. Praktik TPPO disebut Retno semakin menambah kompleksitas dan sulitnya penanganan isu pengungsi.
“Saya jelaskan bahwa Indonesia tidak akan ragu-ragu untuk memerangi TPPO yang merupakan kejahatan transnasional. Namun, Indonesia tidak dapat menjalankannya sendiri,” kata dia.
Oleh karena itu, Menteri Retno menyerukan kerja sama yang erat, baik di kawasan maupun internasional, untuk memerangi TPPO. Dia juga menekankan pentingnya penguatan kerja sama dengan beberapa badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu UNODC, UNHCR, serta IOM, dalam penanganan masalah ini.