BerandaNewsPolhukamEks Pejabat Pajak Rafael Alun Dituntut 14 Tahun Bui dan Rp 18,9...

Eks Pejabat Pajak Rafael Alun Dituntut 14 Tahun Bui dan Rp 18,9 M

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo dituntut oleh Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan hukuman 14 tahun pidana penjara. Jaksa juga menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman denda Rp 1 miliar subside 6 bulan kurungan terhadap Rafael Alun.

Demikian dikatakan jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan terdakwa Rafael Alun di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/12). Selain itu, jaksa juga menuntut Rafael Alun dijatuhi hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 18,99 miliar subsider 3 tahun kurungan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rafael Alun Trisambodo dengan pidana penjara selama 14 tahun serta pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan,” ucap jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, seperti dikutip Holopis.com.

“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Rafael Alun Trisambodo untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 18,994.806.137 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar unag pengganti dlam waktu 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap maka harta bendanyabdapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dijatuhu pidana pemjara selama 3 tahun,” sambung jaksa Wawan.

Penerbit Iklan Google Adsense

Tuntutan itu diberikan lantaran Jaksa meyakini Rafael terbukti bersalah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurut jaksa perbuatan Rafel telah terbukti melanggar Pasal 12 huruf B jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHP atau sebagaimana dakwaan kesatu

Kemudian terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU RI No 15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana telah diubah dalam UU No 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No 15 tahun 2002 tentang TPPU jo Psal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP atau sebagimana dakwaan kedua. Lalu, Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan ketiga.

Jaksa mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan dan memberatkan dalam menyusun tuntutan ini. Untuk hal yang memberatkan, jaksa menilai Rafael Alun tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Jaksa juga menilai motif dari kejahatan yang dilakukan Rafael Alun adalah keinginan memperoleh kekayaan untuk diri sendiri, keluarga, atau orang lain dengan memanfaatkan jabatan atau kewenangan yang dimilikinya. Lalu, Rafel dinilai tidak mengakui perbuatannya dan berbelit belit memberikan keterangan.

“Hal hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan,” ujar jaksa.

Rafael Alun sebelumnya didakwa menerima gratifikasi yang dianggap suap sebesar Rp 16,6 miliar terkait perpajakan bersama-sama istri Ernie Meike Torondek. Penerimaan gratifikasi tersebut melalui PT Artha Mega Ekadhana (ARME), PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.

Ernie merupakan komisaris dan pemegang saham PT ARME, PT Cubes Consulting dan PT Bukit Hijau Asri. Adik Rafael, Gangsar Sulaksono, juga menjadi pemegang saham di PT Cubes Consulting. Selain itu, Rafael juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam periode 2003-2010.

Dalam dakwaan jaksa Rafael Alun disebut menerima gratifikasi sebesar Rp 6 miliar dari PT Cahaya Kalbar. Perusahaan itu merupakan anak usaha Wilmar Group. Menurut jaksa penerimaan itu terjadi sekitar Juli 2010.

Lokasinya di Gedung ABDA, Jalan Jenderal Sudirman, Kavling 58, Senayan, Jakarta Selatan. Aliran itu disamarkan. Dana dan penyamaran itu dilakukan oleh Direktur Operasional dan Keuangan PT Cahaya Kalbar Jinnawati. Jaksa meyakini gratifikasi itu berkaitan dengan Wilmar Group.

“Terdakwa menerima uang sejumlah Rp 6.000.000.000 yang disamarkan dalam pembelian tanah dan bangunan di Perumahan Taman Kebon Jeruk, Blok G1, Kav 112, Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Kota Jakarta Barat. PT Cahaya Kalbar yang merupakan salah satu perusahaan dari Wilmar Group,” kata jaksa Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, (30/8).

Temukan kami juga di Google News

Baca Juga :

BERITA LAINNYA

Aparat Tembak Mati Teroris Papua

Aparat gabungan TNI Polri melakukan penyerbuan markas teroris Papua di Topo, Nabire.

Mahfud MD Sarankan Semua Komisioner KPU Mundur

Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD menyarankan agar semua komisioner KPU RI saat ini agar mengundurkan diri pasca kasus Hasyim Asy'ari. Sebab, moralitas pimpinan KPU saat ini sudah rusak di mata publik, bahkan terkait dengan penyelenggaraan Pilkada 2024.

Yudi Purnomo Desak KPK Penuhi Tantangan Megawati

Eks penyidik KPK Yudi Purnomo ikut menanggapi tantangan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk bertemu AKBP Rossa.

PB SEMMI Apresiasi Polri Berhasil Bongkar Laboratorium Narkoba di Malang

Donny mengatakan bahwa masyarakat Indonesia akan selalu mendukung langkah Polri dalam melakukan penegakkan hukum terutama terhadap kejahatan peredaran dan penyalahgunaan narkoba karena sudah sangat meresahkan di Indonesia.

Mahfud MD Harap Rektor Transparan soal Pemberhentian Dekan FK Unair

Pakar Hukum Tata Negara, Prof Mahfud MD memberikan respons atas diberhentikannya Dekan Fakultas Kedokteran Unair Prof. Budi Santoso oleh Rektor Unair Rektor Unair Prof. Nasih.

Pemerintah Beri Perhatian Khusus soal Kasus Kekerasan di Pesantren

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyayangkan dan mengutuk keras terjadinya kasus kekerasan di lingkup pondok pesantren hingga menyebabkan hilangnya nyawa santriwati di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). 
Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2024 - 2029
Sudaryono

HOLOPIS FEEDS