HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji akan mengembangkan dugaan rasuah mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Eko Darmanto. Jika kini baru dijerat atas dugaan gratifikasi, lembaga antikorupsi bakal mengembangkan dugaan rasuah lain seperti suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Jadi misalkan, oh ini seharusnya tidak boleh masuk nih tapi karena diberikan sesuatu jadi masuk, bisa oke. nanti di dalam perkembangannya kita akan lihat apakah ada peristiwa pidana lain dengan sangkaan yang lain pasal yang lain dalam hal ini misalkan suap,” ucap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/12), seperti dikutip Holopis.com.
Sejauh ini KPK menemukan bukti permulaan dugaan Eko menerima gratifikasi senilai Rp 18 miliar. Terkait dugaan penerimaan itu, KPK juga bakal mendalami aliran uang. Bahkan KPK tak segan menerapkan pasal TPPU jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.
“Saya sering menyampaikan bahwa kita menggunakan metode follow the money, dari mana, kemana uang itu bergerak. kesitu akan kita cari, karena tentunya kita juga ingin mengembalikan kerugian keuangan negara. Pada saat kita menelusuri kemana uang itu bergerak, uang yang diduga hasil tindak pidana korupsi itu, kesitulah kita akan mencari informasi, kemudian kita akan bertanya, akan memanggil, menggeledah dan lain lain melakukan upaya paksa lah pada intinya untuk membuat terang perkara pidana itu,” kata Asep.
Eko langsung dijebloskan ke jeruji besi Rutan KPK usai menjalani pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai tersangka, Jumat (8/12) malam. Dalam perkaranya, Eko diduga menerima gratifikasi sejak tahun 2009 hingga 2023 dengan total Rp 18 miliar.
Eko diduga menerima gratifikasi dengan disamarkan melalui sejumlah pihak keluarga. Selain itu disamarkan melalui sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Eko, di antaranya perusahaan yang bergerak dibidang jual beli motor Harley Davidson dan mobil antik.
Eko diketahui sempat menempati sejumlah jabatan strategis. Di antaranya, Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I (Surabaya); Kepala Sub Direktorat Manajemen Resiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai; dan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta.
Atas penerimaan berbagai gratifikasi tersebut, Eko tidak pernah melaporkan KPK pada kesempatan pertama setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja. Atas dugaan itu, Eko dijerat oleh KPK dengan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah melakukan penggeledahan di kediaman Eko Darmanto dan beberapa pihak lainnya di Tangerang Selatan, Depok Jawa Barat, dan Jakarta Utara beberapa waktu lalu. Dari penggeledahan itu, KPK mengamankan beberapa kendaraan mewah, baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat, serta berbagai tas mewah, dan dokumen.
Selain itu, KPK telah meminta pihak Imigrasi untuk mencegah Eko Darmanto dan tiga orang lainnya agar tidak bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan. Ketiga orang lainnya yang juga dicegah, yakni Ari Muniriyanti Darmanto selaku Komisaris PT Ardhani Karya Mandiri yang juga istri tersangka Eko Darmanto, Rika Yunartika selaku Komisaris PT Emerald Perdana Sakti, dan Ayu Andhini selaku Direktur PT Emerald Perdana Sakti.