HOLOPIS.COM, JAKARTA – peneliti di Departemen Politik dan Perubahan Sosial, Center for Strategic and International Studies (CSIS), Dominique Nicky Fahrizal menyatakan bahwa isu mengenai netralitas TNI-Polri adalah isu yang muncul secara musiman, yakni setiap kali ada gelaran pemilu saja.
“Mengenai Polri, mengapa publik sangat mencurigai netralitas, karena desain pemerintahan bahwa Polri ada di bawah langsung Presiden. Kalau Presiden negarawan maka Polri sampai ke jajaran terbawah akan taat konstitusi,” kata Nicky dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Jumat (24/11).
Ia menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang (UU) Polri, tuntutan untuk menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam politik praktis sudah diatur dengan jelas.
Oleh karena itu, adalah hal yang wajar apabila masyarakat yang kritis menuntut agar Polri tetap bersikap sangat demokratis dan memastikan keberlangsungan situasi sosial, ketertiban umum (kamtibmas), dan kelancaran proses pemilu.
“Konsisten saja meskipun isu netralitas TNI Polri akan muncul, sikap prajurit dan anggota Polri dalam memastikan netral, taat pada konstitusi, netral dan taat ada hukum maka akan aman-aman saja,” tutur Nicky.
“Tapi ini masalah dan PR kita bersama untuk menuju negara yang demokratis, pemerintah harus berintegritas dan aparat harus netral,” sambungnya.
Menurut Fahrizal, dalam konteks demokrasi, selain kebutuhan akan pergantian kekuasaan yang teratur melalui pemilu, sangat penting juga adanya aturan main yang jelas, hukum, Undang-Undang (UU), serta institusi dan kerja sama antar lembaga.
“Tapi ada juga kita butuh keutamaan salah satunya adalah etika dan nilai, sejauh mana politisi memegang etika politik, memang banyak politisi yang patuh hukum tapi soal etika dan moral kadang lepas begitu saja,” katanya.
“Jangan pernah lelah menjelaskan bahwa Polri netral dan tidak berpolitik praktis. Ini yang harus dikomunikasikan oleh seluruh jajaran Polri baik di pusat maupun daerah, bahwa Polri adalah institusi negara yang berpihak pada negara sesuai dengan konstitusi,” tambahnya.
Ia melanjutkan, kepolisian demokratis adalah aparat atau anggota Polri yang berpegang teguh pada konstitusi dan aturan UU dan netralitas pada kontestan. Di samping itu, ada juga faktor kepemimpinan di korps Bhayangkara tersebut apakah Polri netral dan berintegritas atau tidak.
“Narasikan ini agar semua situasi kondusif. Dan leadership atau kepemimpinan penting sekali,” katanya.
Menurutnya, Polri perlu melakukan pendekatan yang tepat terhadap masyarakat dan sikap yang sesuai dengan prinsip netralitas.
“Polri pakai pendekatan yang pas, harus lebih friendly dan bersahabat. Polri ini kan bagian dari sipil tentu sangat lebih mengerti kondisi masyarakat,” katanya.
“Tunjukkan saja performance bahwa Polri tidak berpihak. Panja itu hanya melihat apakah yang dituduhkan itu benar atau tidak, kan ini pertanyaan besar publik benarkah polri netral. (Masyarakat) tidak percaya pada sistem itu berbahaya bagi negara,” sambunya.
Nicky menilai pentingnya Polri menjaga netralitas. Sebab, jangan sampai masyarakat malah mengalami distrust terhadap institusi penegak hukum tersebut karena akan berdampak buruh pada keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Makanya ini penting sekali Polri menjaga netralitas. Susah kalau Polri tidak dipercaya masyarakat. Kita tahu di masyarakat masih banyak yang harus diselesaikan, ada kriminalitas dan sebagainya.”
Secara empirik, kata Nicky, Kapolri selalu menginstruksi agar anggotanya selalu menjaga netralitas di setiap Pemilu.
“Kalau kita cek dari 2019 sampai sekarang setiap kali itu Kapolri itu mengeluarkan instruksi kepada seluruh jajaran untuk netral, terutama situasi politik seperti sekarang ini,” katanya.
“Biasanya kalau misalkan Kapolri sudah Komitmen terhadap posisi institusi netral dan profesional di bawahnya akan ikut. Jadi menurutku sih Polri akan slalu menjaga tradisi netral dan profesional dalam setiap penyelenggaraan pemilu,” pungkasnya.