HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto menegaskan bahwa politik 2024 harus dimaknai sebagai ajang untuk mencari pemimpin dengan nuansa yang riang gembira.

Jangan sampai perbedaan pilihan politik justru menjadi jalan untuk bertikai dan memicu gap yang lebar dalam konteks persatuan dan kesatuan, apalagi sampai antar sesama teman harus bertengkar yang tak perlu.

“Memaknai politik ya sekadarnya, tapi perkawanan selamanya,” kata Hari dalam sebuah dialog, Selasa (31/10) seperti yang dikutip Holopis.com.

Ia mengingatkan bahwa perbedaan pilihan politik seharusnya cukup diaktualisasi di dalam bilik suara saja, dimana semua orang yang sudah memiliki syarat bisa memberikan suaranya.

“Boleh berbeda, itu cukup di bilik suara, tapi di dunia nyata ya jangan lah (bermusuhan),” ujarnya.

Aktivis 98 ini pun memberikan contoh bagaimana Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno yang sempat menjadi pasangan Capres-Cawapres 2019 berhadapan dengan Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin. Usai pemilu berlangsung, Prabowo dan Sandi bisa legowo menerima ajakan kerja sama dalam Kabinet Indonesia Maju.

Bagi dia, apa yang dilakukan Prabowo dan Sandi tersebut seharusnya bisa menjadi barometer bagaimana sebenarnya berpolitik itu cukup dibatasi, jangan sampai berlebihan hingga merusak perkawanan.

“Toh waktu pesta demokrasi berhadap-hadapan, 2019 pak prabowo dan pak sandi masuk kabinet, itu kedewasaan demokrasi,” lanjutnya.

Oleh sebab itu, ia pun berpesan kepada seluruh tim sukses Capres-Cawapres 2024 untuk lebih mengedepankan program kerja dan gagasan yang bisa ditawarkan oleh pasangan yang mereka usung. Bukan malah sibuk menjatuhkan lawan apalagi sampai menyebar hoaks, fitnah dan sejenisnya.

“Bagaimana para buzzer paslon lebih mengedepankan ide dan gagasan. Karena ini untuk masa depan kita paling tidak 5 tahun ke depan. Hindarilah kita bicara suku dan ras,” pungkasnya.