HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam bingkai berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Kuncinya adalah dengan tidak menyakiti hati dan perasaan sesama anak bangsa dengan isu fundamental, yakni suku, ras, agama dan golongan.
“Pentingnya menjaga persatuan di tengah isu-isu sensitif seperti agama, ras, dan suku yang kerap menjadi sumber konflik di Indonesia,” kata Bamsoet dalam dialog kebangsaan, dalam rangka menuju HUT Pemuda Pancasila ke-64 di Jakarta, Minggu (22/10) seperti dikutip Holopis.com.
Hal ini ditekankan Bamsoet untuk menyikapi Pemilu 2024 mendatang. Ia mengatakan bahwa jangan sampai fanatisme terhadap jagoan politik membuat seseorang mengabaikan persatuan dan kesatuan.
“Pemilihan pemimpin adalah sebuah game, dan penting bagi semua pihak untuk tidak membutakan mata hati dan menjadi fanatik,” ujarnya.
Sebagai contoh, ia menunjukkan bahwa dalam Pemuda Pancasila, terdapat pendukung dari berbagai calon pemimpin, namun semuanya adalah bagian dari satu kesatuan yang lebih besar.
“Jangan membutakan membuat kita fanatik bahwa kalau bukan ini bukan gua ‘lu gua’ nggak, kita adalah kita,” tuturnya.
Bagi Bamsoet, siapapun yang terpilih nanti dalam kontestasi demokrasi elektoral itu, dia lah yang terbaik dan harus dihargai.
“Jadi siapapun yang menang itulah kader terbaik bangsa yang harus kita percayakan kita dukung penuh untuk bangsa kita ke depan 5 tahun yang akan datang,” tegas Bamsoet.
Selain soal Pemilu 2024, Bamsoet yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tersebut menyinggung soal pentingnya MPR kembali memiliki kewenangan subjektif superlatif untuk mengatasi dispute konstitusi.
Ia mengingatkan bahwa dalam beberapa situasi darurat, seperti pemilu yang tidak dapat dilaksanakan tepat waktu karena bencana atau pandemi, kevakuman kekuasaan dapat terjadi tanpa adanya regulasi yang memadai.
Oleh karena itu, kembali memberikan MPR kewenangan untuk mengeluarkan tap menjadi solusi yang perlu dipertimbangkan.
“Kembali memiliki kewenangan subjektif superlatif agar apabila terjadi dispute konstitusi, ini ada jalan keluarnya. Kita tidak ingin seperti Skotlandia, Polandia yang kemudian pecah karena ada kevakuman kekuasaan ketika terjadi dispute konstitusinya,” pungkasnya.