Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Influencer, dr Tirta Mandira Hudhi alias Cipeng membagikan testimoninya kepada anak-anak muda Indonesia secara khusus agar tidak melakukan kesalahan yang pernah ia alami sebelumnya. Apalagi kesalahan itu, tentu saja hanya akan menjadi penyesalan karena tidak bisa diperbaiki dan diulang kembali.

“Di usia 30 tahunan aku mulai menyesali beberapa kesalahan fatal yang aku perbuat di masa SMA, yang nggak bisa aku ulang,” kata Cipeng dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Minggu (15/10).

Pun demikian, ia berharap besar apa yang pernah ia alami dan sekarang hanya menjadi sebuah penyesalan bisa dijadikan pelajaran anak-anak muda lainnya agar tidak melakukan hal serupa.

“Tapi pengalamanku ini bisa berguna buat kalian, semoga cukup berguna,” ujarnya.

Pesan ini dikhususkan dr Tirta kepada anak-anak muda yang notabane saat ini masuk kategori generasi z akhir yang sedang berusia 16-18 tahunan. Setidaknya, ada 16 (enam belas) poin pengalaman kesalahan yang bisa dibagikannya saat ini.

1. Jangan Bawa Masalah Rumah ke Sekolah

Menurut Tirta Cipeng, kesalahan pertama dan menjadi penyesalan yang pernah ia alami dahulu adalah, membawa masalah rumah ke sekolah, di mana ia harus berinteraksi dengan teman-temannya dengan semua latar belakang masalah yang dihadapi masing-masing.

Bagi Tirta, ini adalah sesuatu kesalahan yang jangan sampai dilakukan oleh generasi saat ini, khususnya mereka yang sedang berusia 16-18 tahunan.

“Karena bisa jadi teman kelas kita, memiliki masalah yang lebih berat dari kita. Bisa jadi ketika punya masalah pas masa tua, mereka yang kamu ceng-cengin itu yang akan menolong kalian pertama kali,” tutur Tirta.

2. Orang Tua Sayang Walau Galak

Pria kelahiran Surakarta, 30 Juli 1991 tersebut ingin agar anak-anak muda saat ini bisa mengontrol emosi ketika tengah tidak sependapat dengan orang tua, atau bahkan dengan cara bagaimana orang tua mereka melakukan kegiatan parenting.

Tidak sedikit orang tua yang akan berlaku tegas dan ketat kepada anak-anaknya, walaupun sebenarnya itu bukan bagian dari kebencian, justru bagian dari rasa sayangnya kepada anak-anak mereka agar tidak melakukan kesalahan atau mengalami situasi yang tidak diinginkan.

“Jika papa-mamamu disiplin atau galak, atau kolot, itu bukan berarti benci ama kamu. Akan tetapi, takut kamu mengalami hal yang dicemaskan mereka,” ujarnya.

Jika anak-anak muda ini merasa tidak sependapat atau kurang suka dengan cara dan sikap orang tua, sebaiknya tahan emosi dan berpikir lebih panjang dan luas, jangan sekali-kali membentak orang tua atau malah melakukan fighting person.

“Kalau kalian nggak setuju sama orang tua, jangan digas (melawan -red) dulu, kontrol emosi, dan cobalah dengerin dulu. Listen first, then talk,” tuturnya.

3. Paham Konsekuensi Jatuh Cinta

Menjalani masa remaja, tidak salah ketika anak-anak muda mengalami situasi yang namanya jatuh cinta sebab masuk dalam masa pubertas. Hanya saja, jatuh cinta kepada lawan jenis harus dipahami dengan betul, apa konsekuensi dari keputusan untuk jatuh cinta kepada seseorang.

Konsekuensi atau risiko yang paling konkret adalah patah hati, sakit hati ditolak, sakit hati dikhianati dan sebagainya.

“Jika kamu siap jatuh cinta, siaplah juga patah hati. Momen patah hati saat SMA itu bisa berpengaruh terhadap cara pandangmu soal relationship,” terangnya. “Jangan terobsesi dengan 1 orang, karena kamu bisa semakin sering menyakiti perasaan seseorang di sekitarmu,” sambungnya.

Baca selengkapnya di halaman kedua.