Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Penasihat Partai Buruh, Henry Saragih, memberikan sejumlah catatan kritis, dalam peringatan Hari Tani Nasional atau HTN yang ke 63 tahun.

Salah satu yang dikritisi oleh Partai Buruh adalah belum terealisasinya janji politik Presiden Joko Widodo pada tahu 2014, yang hendak memberikan 9 juta hektare tanah untuk petani Indonesia.

“Presiden Joko Widodo (Jokowi) meletakkan Reforma Agraria sebagai agenda politik nasional untuk mengentaskan kemiskinan dengan menargetkan seluas 9 juta hektare (4,5 juta hektar redistribusi tanah dan 4,5 juta hektar dalam bentuk legalisasi), namun belum terealisasikan setengahnya, hingga masa jabatannya menyisakan waktu satu tahun lamanya,” kata Henry dalam keterangan persnya yang dikutip Holopis.com, Jumat (22/9).

Diterangkan Henry yang juga Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) itu, bahwa sejauh kepemimpinan Presiden Jokowi selama ini, janji itu belum juga sesuai target, bahkan masih sangat jauh dari janji yang pernah tersampaikan oleh Jokowi saat maju dalam Pilpres 2019 lalu itu.

“Redistribusi tanah yang berasal dari tanah Eks-HGU, Tanah Telantar dan Tanah Negara lainnya baru terealisasi seluas 1,33 juta hektare, dari pelepasan kawasan hutan baru tercapai seluas 0,348 juta hektare. Sehingga total redistribusi baru sekitar 1,67 juta hektare atau 35% dari target 4,5 juta hektare,” ujarnya.

Padahal kata Henry, persoalan pelepasan lahan untuk sektor pertanian rakyat sudah dikuatkan dengan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

Ditambah lagi, bahwa sejauh ini masyarakat masih terus dihantui dengan konflik agraria yang menghadapkan antara rakyat dengan aparat atas polemik korporasi. Ini juga menjadi catatan Henry untuk pemerintah yang saat ini dipimpin oleh Presiden Jokowi.

“Reforma Agraria yang belum berjalan sesuai dengan UUPA 1960 berdampak pada semakin tingginya kesenjangan penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia,” terangnya.

Sementara itu, berdasarkan data BPS tahun 2018, mayoritas petani Indonesia merupakan petani gurem dengan kepemilikan tanah kurang dari 0,5 hektar/keluarga tani.

“Sebaliknya, penguasaan dan kepemilikan tanah semakin terkonsentrasi pada segelintir orang atau pihak atau kelompok saja,” tukasnya.