HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memfasilitasi pertemuan antara tahanan dugaan korupsi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), Dadan Tri Yudianto dengan salah satu perwira TNI. Pertemuan atas permintaan perwira TNI itu terrealisasi di lantai 15 gedung Merah Putih KPK pada 28 Juli 2023.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata merupakan salah satu pimpinan yang mengizinkan pertemuan tersebut. Adapun permintaan perwira TNI disampaikan setelah rapat tertutup antara pimpinan KPK dan Puspom TNI pasca ditetapkannya Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka beberapa waktu lalu.

Adapun dalam pertemuan tertutup itu, pihak TNI yang hadir adalah Danpuspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko, Kapuspen TNI Laksamana Muda Julius Widjojono, Kababinkum TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro, Jaksa Agung Muda Pidana Militer Mayjen Wahyoedho Indrajit, serta Oditur Jenderal TNI Laksamana Muda Nazali Lempo. Penetapan Henri Alfiandi saat itu memang sempat memicu ketegangan antara KPK dan TNI.

“Berdasarkan situasi saat itulah kemudian ketika rapat selesai, ada salah satu perwira yang mengatakan dengan salah satu tersangka yang ditahan di (Rutan KPK, red) Merah Putih dan yang bersangkutan minta izin untuk bertemu,” ujar Alex, sapaan Alexander Marwata di kantornya, Jakarta pada Kamis (21/9) seperti dikutip Holopis.com.

Sayangnya, Alex tidak menyebut sosok perwira yang dimaksud. Pengakuan Alex itu sekaligus meluruskan kabar yang beredar yang menyebut ada pimpinan KPK yang bertemu tahanannya. Alex menegaskan tak ada pertemuan antara tahanan dengan pimpinan lembaga antirasuah.

“Prinsipnya gini, bahwa pertemuan yang difasilitasi tidak terlepas dari kondisi saat itu,” ujar Alex.

Alex tak menjelaskan secara gamblang terkait kondisi saat itu yang akhrinya merestui pertemuan di lantai 15 Gedung KPK itu. Alex hanya kembali menyinggung soal ‘kondisi dan situasi dan saat itu’.

“Sekali lagi kita tidak bisa memisahkan konteks peristiwa situasi saat itu. Dalam kondisi normal pasti saya ‘loh besok aja’. Dalam kondisi normal pasti saya sampaikan itu. Dan rasanya dalam kondisi normal Pak Asep tidak akan minta izin ke pimpinan. Biasa aja kan kalau berkunjung ke tahanan, dan tidak pernah disampaikan pimpinan. Memang tidak harus izin ke pimpinan untuk bertemu tahanan. Tapi sekali lagi tidak bisa dilepaskan dari konteks saat itu, situasi saat itu,” tutur Alex.

Yang jelas, kata Alex, setelah rapat dan permintaan izin pertemuan itu dirinya langsung meninggalkan kantornya. Lantaan pulang, sambung Alex, dirinya saat itu tak mengetahui apakah pertemuan itu terrealisasi atau tidak.

“Karena setelah itu saya langsung pulang,” tegasnya.

Kendati demikian, diakui Alex, dirinya sebelum meninggalkan kantornya sempat meminta Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur untuk mengeluarkan tahanan sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Pak Asep lah selaku penyidik dengan prosedur yang ada lewat bon, ya, permintaan mengeluarkan tahanan dan memfasilitasi pertemuan tersebut,” imbuh dia.

Di sisi lain, Alex menduga ada pegawainya yang sengaja mendistorsi informasi terkait pertemuan itu dengan menebar isu pertemuan pimpinan KPK dengan tahanannya. Alex menduga isu ini diembuskan untuk mengacaukan suasana kerja di internal.

“Pertemuannya di mana saya tidak tahu, tapi anyway informasi seperti ini berasal dari dalam. Berarti ada pegawai KPK yang memang berusaha merusak suasana kerja di KPK,” ungkap Alex.

Siapa pihak yang pertama kali menyebarkan isu ini bakal dicari. Pasalnya, situasi gaduh semacam ini dianggap membuang waktu untuk melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi.

“Saya sampaikan seperti itu. Ada pegawai KPK yang memang dengan sengaja merusak situasi kerja di KPK. Bikin kisruh,” tandas Alex.