BMKG : Krisis Pangan Hingga Bencana Kelaparan 2050 Semakin Nyata

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ancaman krisis pangan menurut Kepala BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), Dwikorita Karnawati sudah semakin nyata dan menghantui banyak negara di dunia.

Dwikorita menjelaskan, kondisi tersebut merupakan dampak dari kencangnya laju perubahan iklim seperti dalam laporan World Meteorological Organization di akhir tahun 2022 yang lalu, berdasarkan data hasil monitoring yang dilakukan oleh Badan Meteorologi di 193 Negara dan State di seluruh dunia.

Bahkan kata Kepala BMKG, Organisasi pangan dunia FAO meramalkan potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim terjadi di tahun 2050 sebagai konsekuensi dari menurunnya hasil panen dan gagal panen.

Diprediksi oleh FAO, lebih dari 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen dari stok pangan dunia adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Situasi ini, tambah Dwikorita, akan terjadi di berbagai belahan dunia tanpa memandang negara tersebut besar, kecil, maju atau berkembang.

“Kerentanan pangan ini tidak lepas dari kenaikan suhu global yang akhirnya memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air sehingga menghasilkan water hotspot atau krisis air,” ungkap Dwikorita keterangan yang diterima Holopis.com, Rabu (23/8).

Dwikorita memaparkan, seluruh negara di dunia saat ini mengalami dampak perubahan iklim dengan tingkat yang berbeda-beda, seperti cuaca ekstrem, bencana alam, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan muka air laut, krisis air, dan lain sebagainya. Karenanya, perlu tindakan konkret seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia untuk menekan laju perubahan iklim ini.

Di Indonesia sendiri, lanjut Dwikorita, tren suhu rata-rata tahunan periode 1951-2021 mengalami peningkatan temperatur 0,15 derajat Celsius per 10 tahun, yang menandakan bahwa fenomena peningkatan suhu permukaan bahkan telah terjadi pula secara signifikan dan merata di Indonesia.

Dwikorita memaparkan, pemanasan global memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi. Salah satunya adalah kejadian kekeringan akibat dipicu oleh El Nino seperti saat ini, bahkan diperparah dengan ulah manusia yang berujung pada kebakaran hutan dan lahan. Akibatnya, dapat memicu makin meningkatnya emisi karbon dan partikulat ke udara.

“Ancaman krisis pangan di pertengahan abad ini perlu menjadi perhatian bersama, maka berbagai langkah pencegahan atau pengurangan risiko krisis tersebut, melalui upaya mitigasi dan adaptasi perlu lebih serius dan kongkrit digalakkan, agar prediksi krisis tersebut tidak sampai kejadian,” imbuhnya.

Sementara itu, Dalam kesempatan sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menyampaikan strategi pembangunan berketahanan iklim pada sektor pertanian yakni diantaranya penerapan smart agriculture, pengembangan kualitas dan daya saing SDM lokal, penguatan System Rice Intensification (SRI), penerapan pertanian adaptif dan rendah karbon, dan modernisasi perbenihan varietas baru yang adaptif kekeringan.

“Untuk menahan laju perubahan iklim, rasanya lebih baik situasi ini masuk dalam kurikulum pembelajaran siswa sekolah agar kesadaran akan perubahan iklim terbentuk sejak dini,” pungkasnya.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral