HOLOPIS.COM, JAKARTA – Panglima TNI Laksamana Yudo Margono kembali membantah bahwa pihaknya melakukan intimidasi demi mengambil alih penanganan suap Marsekal Madya Henri Alfiandi dari KPK.
Panglima Yudo berdalih bahwa pihaknya bisa dengan mudah melakukan intimidasi ketimbang harus repot-repot mengirimkan anak buahnya yang pakar di bidang hukum ke KPK.
“Yang hadir di sana itu pakar hukum semua loh, kalau saya intervensi itu merintahkan batalion mana saya suruh geruduk ke situ, itu namanya intervensi,” kata Yudo dalam pernyataannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (2/8).
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut itu pun berdalih bahwa tindakan mereka untuk mengambil alih kasus suap tersebut adalah karena mereka dilindungi Undang-Undang.
“Makanya saya minta pada masyarakat jangan punya perasaan seolah-olah diambil TNI, dilindungi, tidak. UU-nya memang begitu, jadi kami ini tunduk pada UU,” klaimnya.
“Ada UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, kan, jelas. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sudah jelas peradilan umum selama tidak ada ketentuan UU baru yang mengatur UU 31 Tahun 1997. Jadi masih tunduk pada peradilan militer,” lanjutnya.
Sebagai bukti bahwa pihaknya tidak akan melindungi Henri di peradilan militer, Yudo pun menantang semua pihak untuk memantau proses persidangan.
“Saya jamin objektif. Karena memang itu sudah kewenangannya. Boleh dikontrol. Kan, sekarang ini di luar enggak bisa disembunyikan seperti itu,” dalihnya
Yudo juga sesumbar bahwa peradilan militer juga sudah pernah mengadili berbagai kasus tindak pidana yang melibatkan prajurit TNI.
“Ini, kan, bukan hal yang pertama di TNI. Kasus waktu satelit juga ditangani sama dijatuhkan hukuman yang maksimum. Terus juga yang Bakamla dijatuhkan maksimum. Mana lagi? Enggak ada. Makanya jangan ada ketakutan. Mari kita monitor bersama-sama,” tutupnya.