HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sejak tanggal 10 Juli 2023, jemaah gelombang II secara bertahap diberangkatkan ke Madinah untuk ibadah Arbain. Selain Arbain, jemaah juga berkesempatan ziarah ke Makam Nabi dan Raudhah. Terkait dengan agenda itu, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kementerian Agama telah mengatur mekanisme jemaah haji Indonesia untuk masuk Raudhah.
Lalu, apakah jemaah haji wanita dalam kondisi haid bisa ziarah ke makam Nabi dan Raudhah? Para ahli fiqh (Fuqaha) berbeda pendapat tentang hukum berdiam diri (المكث ) di masjid. (Muhammad Athiah Khamis, kitab Fiqh al-Nisa fi al-Hajj, halaman 156).
“Berikut pandangan para fuqaha atau ahli fiqh tentang ketentuan boleh tidaknya wanita haid bisa ziarah ke Makam Nabi dan Raudhah,” terang Koordinator Media Center Haji (MCH) PPIH Pusat Dodo Murtado di Jakarta Timur seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (15/7).
Pertama, kata Dodo, Mazhab Maliki mengharamkan secara mutlak bagi wanita haid untuk lewat atau berdiam diri (al-muktsu) di dalam masjid kecuali ada kebutuhan yang sangat mendesak seperti takut/menghindari ancaman atau kezaliman.
“Kedua, Mazhab Hanafi dan mazhab Syafi‟i membolehkan orang junub, wanita haid dan nifas masuk dan berjalan di dalam masjid, dengan syarat darah haid terjaga untuk tidak menetes, tetapi tidak boleh berdiam diri,” ujarnya.
Ketiga, lanjut dia, Mazhab Hambali memperbolehkan orang junub, wanita haid dan nifas “berjalan” di masjid ketika darah belum berhenti dan aman tidak akan menetes dan mengotori masjid, namun tidak boleh berdiam diri. Namun, jika darah haid atau nifas telah terhenti (mampet), wanita tersebut boleh berdiam diri di dalam masjid.
“Keempat, Imam Ahmad, al-Muzani, Ibnu al-Mundzir berpendapat boleh berjalan ataupun berdiam diri dalam masjid karena orang muslim itu tidak najis,” tuturnya.
Selanjutnya Dodo menyampaikan, jemaah haji sebelum meninggalkan tanah haram Madinah untuk kembali ke Tanah Air disunahkan Ziarah Wada’ (Kitab al-Bayan Fi Madzhab Al-Imam as-Syafi’i” jilid 4).
Ia menjelaskan tata cara Ziarah Wada; pertama, salat sunnah (mutlak) dua rakaat di Masjid Nabawi; kedua, berjalan mendekati arah maqbarah Nabi SAW untuk berziarah; ketiga, mengucapkan salam kepada baginda Rasul SAW; dan keempat, membaca doa:
اَللَّهُمَّ لَاتَجْعَلْ هَذَا أخِرَ الْعَهْدِ مِنْ حَرَمِ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَيَسِّرْلِيْ سَبِيْلَ الْعَوْدَةِ اِلَى الْحَرَمَيْنِ بِمَنِّكَ وَفَضْلِكَ وَارْزُقْنِيَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَرُدَّنَا سَالِمِيْنَ مَقْبُوْلِيْنَ.
Artinya ; Ya Allah, jangan Engkau jadikan ziarah di tanah haram rasul-Mu sebagai ziarah yang terakhir. Mudahkanlah aku ya Allah untuk kembali lagi ke Makkah dan Madinah dengan mudah atas anugrah-Mu. Berilah maaf kepadaku atas kesalahan dan berilah aku keselamatan di dunia dan akhirat, dan kembalikan kami ke kampung halaman dalam keadaan selamat dan beruntung.