HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Komjen Rycko Amelza Dahniel mengungkapkan bahwa sistem operasional sel teroris terbilang semakin masif.
Sistem pergerakannya pun mulai menggunakan pendekatan agama sebagai tameng utama dan tidak lagi memaksimalkan sistem lama mereka.
“Sel-sel terorisme berubah pola gerakannya dari yang hard jadi soft approach, di atas permukaan mereka menggunakan jubah agama,” kata Rycko dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (13/7).
Untuk gerakan bawah tanah, barulah gerakan teroris tersebut melakukan secara terorganisir dan masif.
“Di bawah permukaan mereka melakukan gerakan ideologis secara masif dan terstruktur,” ungkapnya.
Jenderal bintang tiga ini kemudian mengklaim bahwa fenomena serangan teror menurun dari 2018 sampai dengan 2022.
Pasalnya, kelompok penganut paham kekerasan tidak lagi secara terang-terangan menunjukkan eksistensinya melalui serangan fisik, tetapi melalui pendekatan lunak yang dibungkus dengan narasi dan simbol keagamaan.
Gerakan itu tanpa disadari berhasil masuk ke kalangan masyarakat yang bahkan secara sadar setuju untuk melakukan kekerasan atas nama agama.
“Padahal tidak ada agama satu pun yang mengajarkan tentang kekerasan, yang tidak bisa menerima perbedaan,” tegasnya.
Demi mengantisipasi gerakan masif teroris tersebut, Rycko mengajak seluruh unsur di negeri ini harus terlibat dalam pencegahan.
“Dalam menghadapi masalah atau fenomena sosial seperti ini, kami tidak bisa bekerja sendiri-sendiri, multi-stakeholder collaboration is a must, semua berkolaborasi,” pungkasnya.