HOLOPIS.COM, JAKARTA – Penuntasan kasus dugaan korupsi pengadaan tower base transceiver station (BTS) pada BAKTI Kominfo jangan hanya berhenti pada penetapan status tersangka terhadap tujuh orang saja. Kejaksaan Agung (Kejagung) harus menelisik lebih dalam lagi pihak-pihak yang turut serta menggarong uang negara hingga triliunan rupiah.
“Ini sekarang hanya ada tujuh tersangka ya kan, ini proyek besar loh. Logika publik mana mungkin pelaku hanya tujuh orang tersangka saja?” kata Sekjen Pergerakan Kedaulatan Rakyat, Yosef Sampurna Nggarang dalam diskusi bertema ‘Kejaksaan: Siapa Saja Penikmat Aliran Dana Proyek Jumbo BTS?’ di Cecemuwe Cafe, Jakarta Selatan, Rabu (31/5) yang dikutip Holopis.com.
Yosef menyebut, sebenarnya masih ada salah satu pihak yang sudah jadi saksi dan sangat layak ditetapkan sebagai tersangka, yakni, Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemy Sutjiawan alias JS.
Alasan JS layak ditetapkan sebagai tersangka, menurut Yosef, karena yang bersangkutan mengembalikan sejumlah dana yang diduga terkait proyek tersebut. Artinya, sambung Yosef, uang tersebut bisa menjadi alat bukti tindak pidana korupsi.
Namun, Yosef menduga ada orang kuat dibalik JS sehingga membuat penyidik sulit untuk mengusutnya.
“Saya pribadi punya keyakinan orang yang menerima proyek ini pasti punya akses ke parpol yang diungkap politisinya, JS ini orang ini bolak balik ke Kejaksaan, Kejaksaan merilis aliran dana ke perusahaan yang bersangkutan sudah Rp 100 miliar dan sudah dikembalikan sebagian. Pertanyaannya itu uang yang dikembalikan apa maknanya?” tutur Yosef.
Untuk itu, Yosef meminta Kejagung mengusut tuntas sampai ke akar persoalan ini.
“Jadi sekiranya mendorong kejaksaan untuk tidak berhenti di 7 orang, jangan selesai di Menkominfo saja,” kata Yosef.
Dalam kesempatan yang sama, Indonesia Audit Watch, Iskandar Sitorus juga menilai ada kejanggalan dalam kasus ini.
Salah satunya, sebut Iskandar, PT. Sansaine Exindo merupakan perusahaan yang baru terbentuk dan langsung diberikan proyek besar tanpa melihat rekam jejak.
Dari kejanggalan ini, Iskandar seharusnya meminta Kejagung untuk mengusut aliran dana hingga mengaudit perusahaannya.
“Perusahaan ini baru disahkan tahun 2022 perusahaan baru lahir ternyata dalam postur PT ada satu perusahaan pemilik modal total, JS diasumsikan gak punya saham yang punya saham PT ATM, kita ngasih saran ke Kejagung, dari awal sudah di BAP kejaksaan kok enggak ditahan?” tandas Iskandar.