HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisioner KPU RI Idham Holik menyatakan status Johnny G Plate tidak langsung gugur sebagai Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) di Pemilu 2024 mendatang, pasca ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam dugaan korupsi BAKTI Kominfo.

Johnny G Plate sendiri merupakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem saat ini. Dan telah didaftarkan ke KPU sebagai Bacaleg untuk Pileg 2024 mendatang.

“Dalam aturan itu harus berkekuatan hukum tetap, harus berstatus putusan hukum tetap, inkrah namanya kalau dalam undang-undang Pemilu maupun peraturan KPU,” kata Idham dalam keterangannya seperti dikutip Holopis.com, Rabu (17/5).

Atas dasar itu Ketua Divisi Teknis KPU RI mematikan akan memproses semua dokumen kelengkapan Johnny G Plate sebagai syarat Caleg, yang diserahkan oleh Nasdem ke KPU RI saat pendaftaran.

“Dalam pencalonan anggota legislatif kami jalankan fungsi administratif. Apa yang diperintahkan undang undang dan PKPU. Itu yang kami laksanakan. Kami tidak akan ikut terlalu jauh persoalan politik, hukum, Kami hanya menjalankan fungsi administratif dalam pencalonan,” tegasnya.

Idham menyerahkan keputusan pada Nasdem apakah akan mengganti Johnny G Plate atau mempertahankannya sebagai Bacaleg untuk Pileg 2024 mendatang. Dan KPU akan mengikutinya.

“Kita tunggu saja kebijakan di internal partai seperti apa,” ujarnya.

Idham menambahkan, sesuai undang undang dan peraturan KPU, Nasdem saat ini masih mempunyai kesempatan untuk melakukan perombakan nama Caleg yang sebelumnya telah diserahkan ke KPU RI.

“Pergantian bisa dilakukan di masa daftar calon sementara (DCS). Selama ada SK persetujuan DPP partai yang bersangkutan,” jelasnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Menkominfo, Johnny G Plate sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi proyek penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) Bakti Kominfo dan menahannya selama 20 hari kedepan.

Dalam kasus dugaan dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut nilai kerugian keuangan negara mencapai Rp8.032.084.133.795 (Rp8 triliun) dalam kasus ini.