HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan bahwa vonis PN Jakarta Selatan terhadap Putri Candrawathi sudah sesuai.
Ketua majelis hakim, Ewit Soetriadi pun menyatakan bahwa vonis 20 tahun penjara terhadap istri dari Ferdy Sambo terus diperkuat.
“Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 797/Pid.B/2022/PN JKT.SEL yang dimintakan banding tersebut,” kata hakim Ewit dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (12/4).
Dalam pertimbangan majelis hakim dengan anggota Singgih Budi Prakoso, H Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi tersebut, juga menyinggung mengenai tidak adanya hal meringankan dalam vonis Putri Candrawathi.
Hakim pun menegaskan, peran Putri Candrawathi sebagai pemicu pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat, menjadi faktor utama tingginya vonis terhadap dia.
“Hakim telah memperoleh alat bukti secara melawan hukum juga salah mengkualifikasi terdakwa yang akhirnya terdakwa dijatuhi hukuman yang melebih tuntutan penuntut umum,” jelasnya.
“Sedangkan dalam penjatuhan pidana yang sifatnya maksimal khususnya dakwaan primer Pasal 340 KUHP tidak terdapat hal-hal yang meringankan pada diri pembanding terdakwa, karena pada diri pembanding terdakwa yang menjadi pemicu awal terjadinya tindak pidana dalam perkara a quo,” sambungnya.
Lebih parahnya, Putri juga tidak mencegah perbuatan suaminya yang sudah merencanakan untuk membunuh ajudannya sendiri secara keji.
“Sedangkan dalam perkara a quo pembanding dalam hal ini terdakwa telah menjadi pemicu terjadinya perkara ini, pembanding Terdakwa tidak mencegah perbuatan yang akan dilakukan oleh suaminya Ferdy Sambo atau setidak-tidaknya mengingatkan untuk tidak melakukan perbuatan keji terhadap Yosua,” ujar hakim Ewit.
“Bahkan pembanding terdakwa atas suruhan Ferdy Sambo, malahan membuat laporan palsu tentang pelecehan terhadap dirinya di Jaksel setelah terbunuhnya Yosua,” ungkapnya.
Majelis hakim kemudian membantah bahwa dalam putusan atas memori banding tersebut karena Pengadilan Tinggi terpengaruh desakan publik.
“Menimbang bahwa hukuman yang dijatuhkan oleh majelis tingkat pertama tersebut disetujui oleh majelis PT DKI bukan karena desakan publik,” tegasnya
“Akan tetapi karena majelis hakim telah dapat menyerap pendapat publik, nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 2009,” sambungnya.