HOLOPIS.COM, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada periode akhir Kuartal IV 2022 sebesar 396,8 miliar Dolar AS atau Rp6.031 triliun (dengan kurs Rp15.200 per Dolar AS).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono menyampaikan bahwa utang luar negeri Indonesia pada periode tersebut secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 4,1 persen year on year (yoy).
“Kontraksi pertumbuhan ini terutama bersumber dari ULN pemerintah dan sektor swasta,” kata Erwin dalam konferensi pers yang dikutip Holopis.com, Selasa (14/2).
Erwin menyebut kontraksi tersebut dipengaruhi oleh pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global.
Selain itu, penurunan utang tersebut juga didorong oleh peningkatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik, seiring dengan sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang tetap terjaga.
Bank Sentral Indonesia juga mencatat adanya penarikan neto pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek.
Menurutnya, ULN pemerintaj berperan penting dalam pemulihan ekonomi nasional, yakni untuk mendukung belanja, yang antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,4 persen), jasa pendidikan (16,5 persen), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,5 persen), konstruksi (14,2 persen), serta jasa keuangan dan asuransi (11,4 persen).
“Posisi ULN Pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total ULN Pemerintah,” ujarnya.
Sedangkan untuk ULN swasta pada kuartal IV 2022 tercatat 201,2 miliar Dolar AS atau sebesar Rp3.058,2 triliun mengalami kontraksi 1,8 persen yoy.
Posisi ULN swasta ini didorong oleh embayaran neto utang dagang, surat utang, dan pinjaman sejalan dengan pola kuartalan pembayaran ULN.
Pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (non financial corporations) mengalami kontraksi sebesar 1,5 persen yoy, lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 1,3 persen yoy.