HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap faktor penyebab adanya 10.249 keluarga penerima manfaat (KPM) yang tidak layak menerima bansos.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, salah satu penyebab dari masalah itu yakni adanya aktivitas perusahaan yang meminjam dokumen identitas KTP warga.

Dia menjelaskan, peminjaman KTP itu menjadi penyebab lantaran pemadanan data penerima bansos berbasis pada nomor induk kependudukan (NIK) pada kartu tanda kependudukan (KTP).

“NIK warga miskin yang berhak atas bansos umumnya tercatat di DTKS. Namun, ada pihak yang meminjam KTP warga untuk mendaftar perusahaan. Nah, waktu ke AHU itu kan pendaftaran perusahaan, rupanya pinjam KTP segala macam. Di tempat kerja ini orang, ternyata hanya orang yang bukan menjalankan perusahaan,” katanya dalam konferensi pers yang dikutip Holopis.com, Sabtu (14/1).

Ketika dipadankan dengan data dari Sistem Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, beberapa penerima bansos tercatat sebagai pejabat atau pengurus sejumlah perusahaan.

Karena itu, Pahala meminta Kemenkum HAM untuk memperbaiki data di dalam sistem AHU. Menurutnya, banyak program bansos menggunakan NIK dengan nama-nama di Administrasi Hukum Umum (AHU) yang belum terverifikasi.

“Pendaftaran perusahaan rupanya (dilakukan dengan) pinjam KTP. Sekarang, kecemplung lah di AHU nama-nama yang ada di DTKS. Kami akan ke AHU, minta diperbaiki,” jelasnya .

Dia mengatakan, pada tahun 2023 ini, DTKS akan menjadi rujukan bagi semua program pemerintah yang ditujukan ke warga miskin.

Oleh karena itu, data di DTKS mesti dimutakhirkan secara berkala. Sebab, data yang akurat dan mutakhir akan meminimalkan potensi bansos salah sasaran.

“Data di DTKS pasti tidak sempurna. Ada satu atau dua ketidakcocokan. Namun, perbaikan DTKS itu tanggung jawab pemerintah daerah. Kemensos dapat data yang disumbang dari pemerintah daerah,” pungkas Pahala.