Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri mengaku, pihaknya masih menyoroti kasus-kasus dugaan korupsi lama, seperti ‘kardus durian’.

“Perkara lama yang disebut kardus durian ini juga menjadi perhatian kita bersama,” kata Firli saat konferensi pers penahanan tersangka kasus dugaan suap perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) yang dikutip Holopis.com, Kamis (27/10).

Dia pun meminta masyarakat untuk mengawal lembaga antirasuah yang dipimpinnya itu dalam mengusut berbagai kasus, termasuk kasus ‘kardus durian’ yang diduga menyeret Ketua Umum (Ketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

“Tolong kawal KPK, ikuti perkembangannya. KPK pastikan setiap perkara disampaikan kepada rekan-rekan semua,” pintanya.

Firli menyatakan, pihaknya akan bekerja sesuai dengan prosedur hukum yang ada. Ia menegaskan, KPK tidak akan pernah menargetkan seseorang untuk dijadikan tersangka.

“Kecuali orang tersebut karena perbuatannya dan atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang cukup patut diduga pelaku tindak pidana,” ucap Firli.

Dia menerangkan bahwa tugas KPK pada hakikatnya adalah mengumpulkan keterangan, mencari bukti-bukti untuk membuat terang suatu perkara pidana, baru kemudian ditemukan tersangka dari perkara pidana tersebut.

“Di saat itu lah kita umumkan kepada rekan-rekan semua,” pungkas dia.

Sebagai informasi, kasus ‘kardus durian’ berawal saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua pejabat Kemnakertrans yaitu Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT), I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemnakertrans, Dadong Irbarelawan pada 25 Agustus 2011.

Setelah beberapa waktu kemudian, KPK menangkap kuasa direksi PT Alam Jaya, Papua Dharnawati, dengan barang bukti uang Rp1,5 miliar yang dibungkus dengan kardus durian.

Uang tersebut diserahkan ke Kantor Kemnakertrans lantaran PT Alam Jaya Papua telah diloloskan sebagai kontraktor DPPID di Kabupaten Keerom, Teluk Wondama, Manokwari, dan Mimika, dengan nilai proyek Rp73 miliar.

Uang Rp1,5 miliar itu disebut-sebut diperuntukkan untuk Cak Imin. Namun dalam beberapa kesempatan, yang bersangkutan membantah hal tersebut.