HOLOPIS.COM, JAKARTA – Belakangan ini penyakit Superbugs mulai merebak di India. Bahkan, Superbugs sudah menjadi pandemi di negeri Bollywood tersebut.

“Kabar mengkhawatirkan datang dari India baru-baru ini. Di sana sedang mengalami pandemic superbugs,” kata Pakar penyakit dalam, Prof Zubairi Djoerban yang dikutip Holopis.com dari tweetnya @ProfesorZubairi, Rabu (12/10).

Perlu diketahui Sobat Holopis, Superbugs adalah istilah yang biasa dipakai pakar medis untuk menyebutkan bakteri ampuh yang tak bisa dimatikan oleh antibiotik sekalipun.

“Superbugs yaitu bakteri luar biasa hebat yang tidak mempan dengan antibiotik. Jadi telah terjadi pandemic of antibiotics-resistant superbugs,” ujarnya.

Pakar kesehatan yang dikenal sebagai penemu kasus pertama HIV/AIDS di Indonesia itu lantas menceritakan kronologi merebaknya Superbugs, dimana kronologi tersebut berawal dari sebuah rumah sakit di India Barat.

“Kisah dimulai dari India sebelah barat, di mana terjadi infeksi di sebuah rumah sakit di Maharashtra dan para dokter berjibaku dengan ruam infeksi superbug yang kebal antibiotik. Bahkan di Kolkata, 6 dari 10 pasien yang dirawat di ICU sudah tidak mempan antibiotik,” jelasnya.

Zubairi menjelaskan, kuman dari Superbugs yang terjadi bermacam-macam, seperti Staphylococcus aureus dan Acinetobacter baumannii, kedua kuman tersbeut menyebabkan pneumonia.

Ada juga kuman bernama e.coli (Escherichia coli) maupun Klebsiella pneumoniae. Ini juga bisa menyebabkan pneumonia.

“Efeknya terhadap pasien ya harus dipasang ventilator dan berisiko meninggal,” turut dia.

Di beberapa kasus di India didapati bahwa ada juga yang resistan terhadap antibiotik yang kuat dan yang baru bernama Carbapenem.

“Data menunjukkan kalau setahun terakhir telah terjadi kenaikan 10 persen yang resisten dan ini masalah berat banget di dunia, khususnya di India,” lanjut Zubairi.

Lantas seberapa besar masalahnya?

Zubairi pun memberikan contoh kasus di Kolkata dimana dari total pasien yang terinfeksi, hanya 43 persen yang berhasil diobati dengan antibiotik lini 1. Padahal sebelumnya, 65 persen pasien berhasil diobati dengan antibiotik lini 1 tersebut.

Ia menuturkan bahwa hal tersebut merupakan masalah yang terbilang wajar. Namun akan timbul masalah besar apabila terdapat kesalahan dalam pemilihan antibiotik yang digunakan.

“Resistan terhadap antibiotik ini sebetulnya masalah natural. Artinya bakteri kan prinsipnya juga ingin tetap hidup, sehingga membuat dirinya menjadi resistan terhadap antibiotic. Namun, menjadi masalah besar, ketika angka kejadiannya amat dipercepat oleh salah guna antibiotik,” tuturnya.