HOLOPIS.COM, JAKARTA – Puluhan massa dari elemen buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan aksi unjuk rasa di kantor pusat PT Nozomi Otomotif Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (27/9).

Aksi tersebut merupakan buntut dari pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh PT Nozomi Otomotif Indonesia terhadap 35 orang buruh di Subang, Jawa Barat.

“Hari ini kami melakukan aksi di kawasan Duta Merlin, karena di sini merupakan lokasi dari kantor pusat PT Nozomi Otomotif Indonesia. Tuntutannya adalah meminta agar ke-35 orang buruh yang di PHK dipekerjakan kembali,” ujar Presiden FSPMI Riden Hatam Aziz dalam keterangan tertulisnya yang diterima Holopis.com, Selasa (27/9).

Riden kemudian menjelaskan latar belakang dari permasalahan yang terjadi, dimana awalnya PT Nozomi Otomotif Indonesia telah membayar upah buruh periode bulan April – Mei 2022 yang seharusnya dibayarkan paling lambat tanggal 1 Juni, tetapi upah dibayarkan tanggal 3 Juni.

Hingga pada periode bulan Mei-Juni, keterlambatan dalam pembayaran upah kembali terjadi.

“Upah yang seharusnya dibayarkan tanggal 1 Juli mengalami keterlambatan pembayaran dan dicicil 2 kali. 70% pada tanggal 7 dan sisanya 30% dibayarkan tanggal 12 Juli,” lanjutnya.

Kemudian pada tanggal 12 Juli 2022, Serikat pekerja melayangkan surat permohonan berunding kepada pihak perusahaan guna membahas perihal pembayaran, kenaikan upah tahun 2022, hingga struktur skala upah.

Surat tersebut lalu dibalas oleh perusahaan pada tanggal 15 Juli 2022. Namun, perusahaan belum memberikan kepastian jadwal perundingan.

Hingga akhirnya, serikat kembali mengirimkan surat kepada perusahaan tanggal 18 Juli untuk meminta kepastian jadwal perundingan dari pihak perusahaan.

“Karena surat tanggal 18 Juli tidak ada balasan, tanggal 22 Juli serikat kembali mengirimkan surat perundingan terkait mekanisme pembayaran, kenaikan, dan struktur skala upah,” kata Riden.

Bukannya kepastian jadwal perundingan, sebanyak 35 orang buruh di PHK dengan cara dipanggil per 8 orang mulai tanggal 29 Juli. Mereka diberikan pesangon 0.5 kali ketentuan sebagaimana ketentuan UU Cipta Kerja.

“Kami dengan tegas menolak PHK tersebut dan menuntut semua buruh yang di PHK dipekerjakan kembali,” tegas Riden.

Dia menambahkan, bahwa hal tersebut sekaligus membuktikan bahwa omnibus law UU Cipta Kerja berdampak buruk bagi buruh. Dimana UU tersebut selain memudahkan PHK, juga memberikan nilai pesangon yang rendah.