Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora, Fahri Hamzah mendukung wacana penolakan usul anggota DPR RI mendapatkan dana pensiun setelah tidak lagi menjadi anggota dewan karena purna tugas.

“Saya sebagai mantan anggota DPR RI selama 3 periode setuju seluruh pejabat politik tidak dapat pensiun,” kata Fahri, Minggu (18/9).

Ia menilai, pihak yang memiliki hak untuk mendapatkan dana pensiun adalah mereka yang merupakan pekerja birokrat.

Hal ini karena menurut Fahri, pekerja dengan kategori tersebut merupakan orang-orang yang mendedikasikan dirinya dalam pekerjaan permanen, bukan periodik 5 tahunan saja.

“Menurut saya hanya birokrat (sipil dan militer) dengan pengabdian yang permanen yang boleh mendapat pensiun,” ujarnya.

Sebelumnya, persoalan dana penisun anggota dewan menjadi polemik di kalangan masyarakat. Karena dana pensiun anggota DPR tersebut harus ditanggung oleh negara.

Polemik itu muncul setelah diungkitnya Penyaluran pensiunan DPR serta lembaga tinggi negara yang diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara.

Dimana di dalam Pasal 13 UU 12/1980 tersebut berbunyi ; “Besarnya pensiun pokok sebulan adalah 1% dari dasar pensiun untuk tiap satu bulan masa jabatan dengan ketentuan bahwa besarnya pensiun pokok sekurang-kurangnya 6% dan sebanyak-banyaknya 75% dari dasar pensiun“.

Pembayaran pensiun diberikan kepada MPR dan DPR secara penuh jika masih sehat. Jika meninggal maka pemberian dana pensiunnya dihentikan. Kecuali ia masih memiliki suami/istri, maka akan tetap diberikan dana pensiun. Namun, nilainya berkurang dari saat penerima masih hidup.

Sementara itu, berdasarkan Surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR RI No KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, besaran uang pensiun anggota DPR adalah 60% dari gaji pokok. Selain itu, mereka juga mendapatkan tunjangan hari tua (THT) yang dibayarkan sekali sebesar Rp15 juta.

Lalu, saat ini muncul seorang pengemudi ojek online bernama Ahmad Agus Rianto melakukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan adanya aturan tentang dana pensiun bagi mantan pejabat negara yang tertuang di dalam UU Nomor 12 Tahun 1980.

“Misalnya DPR 5 tahun, menteri 5 tahun, kepala daerah juga 5 tahun. Tentu menjadi aneh jika bekerja dalam waktu 5 tahun sudah mendapatkan hak pensiun,” tulis pemohon, dikutip dari surat permohonan yang diunggah di situs resmi MK, Sabtu (17/9).

“Menjadi enak, jika kerja cuma 5 tahun tetapi setelah tidak menjabat bisa mendapatkan hak pensiun seumur hidup dan dilanjutkan oleh ahli warisnya,” ujar dia.

Menurutnya, ia menilai ketika dana pensiun itu dimaknai sebagai penghargaan negara kepada pejabat negara yang telah mengabdi bertahun-tahun, Agus menyebut bahwa dokter dan guru-guru yang telah mengabdi di daerah terpencil justru lebih berhak mendapatkan hak pensiun tersebut.

“Utang negara sekarang ini mencapai Rp 7.000 triliun, sehingga semua penyelenggara negara harus mengencangkan ikat pinggang, agar APBN bisa digunakan secara baik dan efisien,” ujar pemohon.

Menurut pemohon, hak pensiun bagi para pejabat dapat dipahami jika APBN sudah mampu menggratiskan sekolah dasar hingga universitas serta menggratiskan layanan kesehatan bagi orang sakit.

“Pemohon berpendapat, lebih tepat dana pensiun yang diperuntukkan kepada mantan pejabat negara dialihkan kepada mantan pejabat negara dialihkan kepada pendidikan dan kesehatan, hal ini tentu akan lebih bermanfaat buat kesejahteraan rakyat dan sesuai Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945,” kata pemohon.