HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat politik dari Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, bahwa Pancasila sebagai Ideologi sebenarnya sedang menghadapi dua ideologi pengganggu.

“Saya ingin menyampaikan bahwa saat ini, negeri ini memang dikepung ideologi,” kata Karyono Wibowo dalam dialog di June’s Resto and Bar di Hotel Bintang Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Rabu (3/8).

Dua ideologi tersebut menurut Karyono adalah ideologi trans-nasional dan ideologi liberal.

“Ada dua kutub ideologi yang mengepung Pancasila, yaitu; ideologi transnasional. Di satu sisi kita dihadapkan pada ideologi radikalisme ektrimisme beragama, di sisi lain kita dihadapkan pada ideologi liberalisme,” ujarnya.

Menurutnya, kedua ideologi yang sedang menguji kekuatan Pancasila itu ternyata sudah merangsak hampir ke semua sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Bagi Karyono, ini harus diwaspadai dengan serius oleh semua komponen anak bangsa.

“Jadi, ancaman terhadap ideologi Pancasila itu tidak hanya radikalisme ekstrimisme beragama, tetapi juga ada yang tidak kalah masifnya ancaman liberalisme itu sudah merangksek kepada sendi-sendi kehidupan kita,” tuturnya.

Bagi Karyono, kebebasan tanpa batas yang ditawarkan oleh ideologi liberalisme juga akan mengancam bagaiaman bangsa Indonesia menjaga keindonesiaannya.

“Liberalisme itu menebarkan paham kebebasan tanpa batas, kebebasan individu. Saat ini, (ideologi) itu makin berkembang di tengah-tengah masyarakat,” paparnya.

Atas dasar pemahaman itu, Karyono pun mengajak kepada seluruh anak bangsa untuk kembali kepada jati dirinya sebagai generasi Indonesia yang hakiki.

“Oleh karena itu, kita perlu kembali ke jati diri sebagai bangsa yang bersatu di dalam perbedaan. Pendiri bangsa sudah sangat arif dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Rumusan Pancasila itu intisari dari toleransi, perbedaan, kemanusiaan,” kata Karyono.

Sehingga dengan demikian, Karyono pun mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali untuk sama-sama bisa memahami, bahwa comman enemy bukanlah sesama anak bangsa, melainkan ideologi transnasional dan liberalisme yang mengancam eksistensi Indonesia.

“Oleh karena itu, musuh kita bukan kelompok yang berbeda agama, suku, ras, tapi musuh kita adalah kemiskinan, ketidakadilan, dan kezaliman,” pungkasnya.