HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto menilai bahwa kebijakan Anies Rasyid Baswedan yang mengubah nama Rumah Sakit menjadi Rumah Sehat adalah bentuk kebijakan yang menabrak Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009.
“Perubahan nama Rumah Sakit menjadi Rumah Sehat yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta jelas-jelas melanggar Undang-Undang tentang Rumah Sakit,” kata Hari kepada wartawan, Rabu (3/8).
Karena di dalam Undang-Undang tersebut, yang dimaksud dengan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Oleh karena itu, Hari menilai bahwa kebijakan Anies sebagai Kepala Daerah tersebut sangat menyalahi regulasi yang ada.
Apalagi kata Hari, perubahan nama Rumah Sakit menjadi Rumah Sehat selain melawan UU No 44 Tahun 2009, juga memiliki dampaik lain.
“Penggantian nama tentu membutuhkan pembiayaan penggantian logo, rebranding dan lain sebagainya,” ujarnya.
Di sisi lain, perubahan nama itu apakah sudah melalukan mekanisme persetujuan dengan DPRD DKI Jakarta sebagai mitra kerja Pemprov DKI. Ini yang masih menjadi tanya tanya selanjutnya dari proyek yang sedang digarap oleh mantan rektor Universitas Paramadina Jakarta itu.
“Tentunya dalam perubahan nama yang diatur dalam UU membutuhkan keputusan DPRD DKI Jakarta,” tandasnya.
Sekedar diketahui, bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah melakukan penjenamaan nama rumah sakit umum daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta. Perubahan nama ini diiringi dengan penyeragaman seluruh logo rumah sakit umum se-Jakarta.
Pencanangan penjenamaan RSUD menjadi Rumah Sehat untuk Jakarta dilakukan secara simbolik di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat. Melalui penjenamaan ini, Anies ingin agar rumah sakit tidak lagi sebagai tempat orang sakit.