Seleksi ASN KPK, Pertanyaan Bias Gender dan Urusan Ranjang Menyimpang

HOLOPIS.COM – Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai bahwa seharusnya proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dilakukan dengan baik.
Bukan malah membuat suasana menjadi gaduh sehingga membuat kinerja lembaga antirasuah tersebut terganggu.
“Mestinya alih status pegawai KPK dibuat sederhana supaya tidak mengganggu kinerja lembaga,” kata Titi, Minggu (9/5).
Kegaduhan tentang proses seleksi menurut Titi seharusnya tidak perlu sampai terjadi. Dan baginya, para pimpinan lembaga tersebut bisa diakomodir secara baik.
“Pimpinan sebisa mungkin memfasilitasi agar prosesnya mulus dan mudah bagi para pegawai,” ujarnya.
Apalagi di dalam proses seleksi, beredar luas munculnya pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya bukan menjadi domain utama di dalam seleksi alih status kepegawaian.
“Bukan malah dibikin rumit dan ruwet. Pertanyaan-pertanyaan bias gender kok dipakai menggali wawasan kebangsaan,” imbuhnya.
Pertanyaan privat dan bias gender tak perlu
Lebih lanjut, Titi menilai bawah beberapa pertanyaan yang masuk dalam kategori bias gender serta kehidupan privat para calon ASN di lingkungan internal KPK tidak perlu dijadikan bahan seleksi.
“Tes Wawasan Kebangsaan alih status pegawai KPK menggambarkan bagaimana bias gender yang saat kuat dalam proses yang berlangsung. Privatisasi urusan publik dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak mencerminkan esensi wawasan kebangsaan,” kata Titi.
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu kata Titi sangat tidak bisa dibenarkan dimunculkan di dalam materi seleksi.
Dan ia juga sangat menyayangkan ketika pertanyaan-pertanyaan itu malah diproduksi oleh beberapa lembaga yang menjadi penyelenggara seleksi di bawah kendali Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Ini masalah serius, bila benar pertanyaan tes itu disusun banyak lembaga,” tandasnya.
Kemudian, Titi juga menganggap bahwa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan urusan privat dan bias gender adalah konten yang sangat menyimpang dari tujuan adanya seleksi kepegawaian negara.
“Tindakan privatisasi urusan publik merupakan pangkal dari penyimpangan yang lebih besar. Perilaku nyinyir mau tahu urusan pribadi atau ranjang orang lain. Biasanya akan diikuti kebiasaan menjadikan urusan pribadi sebagai urusan orang banyak. Contoh: hadir kondangan pakai SPPD kantor kaya tapi miskin,” pungkasnya. (MIB)

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral