JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar proses pemantauan hilal atau rukyatul hilal untuk penetapan 1 Syawal 1446 Hijriah/2025 Masehi di 33 titik, pada 29 Ramadan yang bertepatan dengan 29 Maret 2025.
Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad menyampaikan, bahwa nantinya akan ada satu titik rukyatul hilal di setiap provinsi, kecuali Bali. Hal itu lantaran pemantauan hilal bertepatan dengan perayaan Hari Raya Nyepi di Bali.
“Di provinsi Bali dalam suasana Nyepi. Sehingga rukyatul hilal tidak kita gelar di sana. Kita saling menghormati,” katanya dalam keterangan resmi, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (18/3).
Abu Rokhmad menambahkan, bahwa dalam penentuan awal Syawal tahun ini pihaknya akan menggelar sidang isbat pada 29 Ramadan 1446 Hijriah , yang bertepatan pada tanggal 29 Maret 2025.
“Kami akan menggelar sidang isbat awal Syawal, pada 29 Maret 2025,” ujarnya.
Proses sidang isbat akan diawali dengan Seminar Posisi Hilal Awal Syawal 1446 H pada pukul 16.30 WIB sampai menjelang magrib. Kemudian sekitar pukul 18.45 WIB, sidang akan berlangsung secara tertutup.
Nantinya, hasil sidang isbat yang turut dihadiri akan diumumkan melalui konferensi pers oleh Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar.
Dalam sidang isbat penetapan awal Syawal 1446 Hijriah, Kemenag akan mengundang perwakilan duta besar negara sahabat, ahli falak, dan perwakilan Ormas Islam. Diundang juga perwakilan dari LAPAN, BMKG, BRIN, Planetarium Bosscha, dan instansi terkait lainnya.
Dalam menentukan awal bulan Syawal, penggunaan metode hisab dan rukyat merupakan pelaksanaan dari ajaran Islam. Hal ini juga sejalan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 2 Tahun 2024 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Adapun Secara hisab atau perhitungan astronomi, lanjut Abu Rokhmad, ijtimak atau konjungsi terjadi pada 29 Maret 2025 jam 17.57.58 WIB. Karenanya berdasarkan data astronomi, posisi hilal saat terbenam matahari berkisar antara minus tiga di Papua dan minus satu di Aceh.
“Data-data astronomi ini kemudian kita verifikasi melalui mekanisme rukyat,” tegas Abu Rokhmad.
Dijelaskan Abu Rokhmad, setidaknya ada dua dimensi dari proses pelaksanaan Rukyatul Hilal. Pertama, dimensi ta’abbudi. Ia menegaskan, rukyat sejalan sunnah Nabi yang sudah dilakukan sejak dulu untuk melakukan rukyat saat akan mengawali atau mengakhiri puasa.
“Sunnah ini dipertegas oleh Fatwa MUI bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah berdasarkan metode hisab dan rukyat,” kata Abu Rokhmad.
“Ini juga bagian dari Syiar Islam. Ini penting,” sambungnya.
Kedua yakni dimensi pengetahuan. Rukyat merupakan proses konfirnasi atas data-data hisab dan antronomis. Apa yang telah dihitung secara astronomi, kata Rokhmad, akan dikonfirmasi di lapangan melalui rukyat.
“Sebagaimana awal Ramadan, kita akan gunakan alat yang canggih dalam proses rukyat,” tandasnya.
