HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika, Iwan Bento Wijaya memberikan respons atas langkah Kejaksaan Agung yang menangani suatu perkara tindak pidana korupsi, tataniaga hilir migas PT Pertamina Patra Niaga.
Dalam paparannya, ada informasi Kejaksaan Agung yang kurang tepat dalam mempublikasi rangkaian suatu tindak pidana korupsi sehingga publik menangkap berbeda.
“Terdapat disinfromasi dalam narasi Kejaksaan Agung dalam perkata tataniaga migas, ditambah pada nilai kerugian negara yang sangat luar biasa di dalamnya. Publik merespons dari hasil publikasi Kejaksaan Agung adalah bahan bakar minyak (BBM) hasil blending dianggap sebagai BBM oplosan,” kata Iwan dalam keterangan persnya yang diterima wartawan, Minggu (2/3/2025).
Oleh sebab itu, ia pun menduga bahwa proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tersebut masih perlu dipertanyakan lagi soal independensinya. Hal ini juga dikatakan Iwan terkait dengan perhitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung, cenderung tidak didasari perhitungan yang real oleh Badan Pemeriksan Keuangan. Di mana perhitungan kerugian negara dalam suatu rangkaian tindak pidana merupakan langkah krusial dalam proses penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum tersebut.
“Kejaksaan juga harus mengedepankan prinsip independen dan terlepas dari kepentingan politik, serta tidak menciptakan stigmatisasi terhadap salah satu pihak,” tuturnya.
Iwan menegaskan bahwa, dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap beberapa pihak yang diduga terlibat dalam pengadaan BBM dan proses produksi dan distribusi BBM murni sebagai suatu tindak pidana yang harus ditegakan.
Namun, muncul dugaan bahwa proses hukum ini tidak murni upaya penegakan hukum semata. Melainkan, ada indikasi suatu upaya mengunggangi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai tata niaga hilir migas di Indonesia dan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap Pertamina.
“Terlihat dari terjadinya disinformasi di masyarakat,” ujarnya.
Maka dari itu, Iwan pun memberikan penekanan agar Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum harus mengedepankan prinsip persamaan di mata hukum, yang mana equality before the law menjadi bagian penting yang harus dipegang oleh Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum.
Hal ini menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh diskriminatif atau menyudutkan salah satu pihak secara tidak proporsional.
“Apalagi, berkaca pada perkara tataniaga migas PT pertamina patra niaga, publikasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung mengenai adanya dugaan pengoplosan. Seharunya, harus didasari pendapat ahli perminyakan atau ahli kimia atau ahli pada ekosistem tataniaga hilir migas,” tuturnya.