HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan proses penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian Izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara tahun 2007-2014 yang menjerat mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman. Surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 kasus ini diterbitkan pada 17 Desember 2024.
“Melalui serangkaian proses ekapose di tahun 2024, perkara ini diputuskan untuk dihentikan, dengan menerbitkan SP3 tertanggal 17 Desember 2024,” ucap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Sekitar September 2017, Aswad Sulaiman dijerat oleh KPK lantaran diduga menerima suap terkait penerbitan IUP. Budi mengklaim penerbitan SP3 ini sudah melalui upaya optimal dalam penyidikan yang panjang.
“Perkara yang sudah bergulir sejak 2017 ini, sejak awal penyidik sudah berupaya optimal untuk membuktikan perbuatan melawan hukum para pihak. Selain mengenakan sangkaan pasal kerugian negara, penyidik juga telah mengenakan pasal suapnya, namun pada akhirnya daluarsa,” terang Budi.
Selain telah daluarsa sangkaan pasal suapnya, pengusutan dugaan rasuah ini dihentikan oleh KPK lantaran terkendala terkait perhitungan kerugian negaranya.
“SP3 tersebut didasari sangkaan Pasal 2 dan Pasal 3 yang tidak cukup bukti karena berdasarkan surat dari BPK sebagai auditor negara, kerugian negaranya tidak bisa dihitung,” ujar Budi.
Dalam surat BPK, sambung Budi, disampaikan bahwa kerugian negara tidak bisa dihitung karena tambang yang belum dikelola tidak tercatat sebagai keuangan negara atau daerah, termasuk tambang yang dikelola perusahaan swasta tidak masuk dalam lingkup keuangan negara. Sebab itu jika terjadi penyimpangan dalam proses pemberian IUP atas hasil tambang tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor.
“Karena tidak masuk dalam kategori keuangan negara, maka atas hasil tambang yang diperoleh perusahaan swasta dengan cara yang diduga menyimpang, tidak dapat dilakukan penghitungan KN oleh BPK,” kata Budi.
Diketahui, KPK sebekumnya menetapkan Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan 2011-2016, Aswad Sulaiman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian Izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara tahun 2007-2014. Aswad diduga menerima suap sekitar Rp 13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemkab Konawe Utara.
Saat itu, KPK menduga kasus ini merugikan keuangan negara setidaknya Rp 2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum. Dalam proses pengusutan kasus itu, KPK sebelumnya telah memeriksa banyak saksi.
Salah satunya Menteri Pertanian, Amran Sulaiman pada pada hari ini, Kamis (18/11/2021). Amran saat itu diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Tiran Indonesia.
Sejumlah aspek didalami penyidik saat memeriksa Amran. Salah satunya kepemilikan perusahaan tambang nikel Amran.



