HOLOPIS.COM, JAKARTA – Di saat dunia sibuk mencari sumber energi fosil, Indonesia justru menemukan “harta karun” yang takkan pernah habis yaitu Imajinasi dan Kreativitas. Dalam forum Prasasti Insights yang digelar di The Sultan Hotel & Residence, Jakarta (23/12/2025), Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, meluncurkan istilah yang mencuri perhatian: Ekonomi Kreatif adalah Tambang Baru Indonesia.
Berbeda dengan tambang mineral yang makin dikeruk makin habis, “tambang” yang satu ini justru makin digali makin kaya. Identitas budaya nusantara, populasi anak muda digital native, dan pesatnya transformasi digital menjadi mesin utama yang menggerakkan ekonomi nasional dari pelosok daerah hingga ke kancah global.
“Inilah mesin baru pertumbuhan ekonomi kita. Dimulai dari daerah, untuk dunia,” ujar Menteri Riefky dengan optimis.
Sektor ekonomi kreatif kini telah menjadi tulang punggung baru dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Hingga saat ini, lebih dari 27,4 juta tenaga kerja telah terserap ke dalam ekosistem kreatif ini. Hal ini membuktikan bahwa hampir 19% dari total penduduk produktif kita kini berperan aktif sebagai “pahlawan kreatif” yang mendukung kemandirian ekonomi bangsa.
Prestasi luar biasa juga terlihat pada sektor perdagangan internasional. Nilai ekspor ekonomi kreatif Indonesia telah menembus angka fantastis sebesar 12,89 miliar dolar AS. Pencapaian ini tidak hanya melampaui target yang ditetapkan untuk tahun 2025, tetapi juga menunjukkan ketangguhan industri kreatif lokal di tengah dinamika dan ketidakpastian ekonomi global.
Selain itu, otot ekonomi kreatif Indonesia terbukti sangat kuat dengan catatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,69%. Pertumbuhan yang stabil ini menjadi fondasi penting dalam mendukung ambisi pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di peta persaingan global.
Melalui program unggulan bertajuk Asta Ekraf, pemerintah tidak hanya memberikan pelatihan skill, tapi juga “menggendong” para talenta lokal melalui program scale up akses pasar dan pendanaan. Tujuannya jelas: agar produk kreatif dari gang-gang sempit di daerah bisa nampang di etalase global.
Nila Marita, Executive Director Prasasti, menekankan bahwa kunci sukses sektor ini adalah kolaborasi dan dialog. Menurutnya, kekuatan Indonesia terletak pada keragaman lokal yang orisinal.
Senada dengan itu, Board of Advisors Prasasti, Burhanuddin Abdullah, menyebutkan bahwa modal Indonesia ini sulit ditiru negara lain. “Di saat negara lain cuma adu teknologi dan efisiensi, kita punya narasi, identitas, dan inovasi lokal yang autentik,” tuturnya.
Forum ini bukan sekadar diskusi formal, melainkan ruang sinkronisasi antara pemerintah dengan praktisi dan akademisi untuk memastikan target pertumbuhan ekonomi 8% bukan sekadar mimpi. Dengan sinergi antara talenta daerah, dukungan kebijakan yang inklusif, dan sentuhan teknologi digital, Indonesia kini sedang bersiap menjadi raksasa kreatif dunia.



