HOLOPIS.COM, JAKARTA – Aksi sejumlah warga Aceh yang mengibarkan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tengah jadi sorotan luas. Pemerintah diminta perlu berhati-hati dalam menyikapi polemik pengibaran bendera GAM.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia Ali Rif’an menganalisa pemerintah perlu berhati-hati soal adanya normalisasi praktik pengibaran bendera GAM di ruang publik. Dia menilai aksi pengibaran bendera GAM itu memiliki makna ideologis dan politis yang kuat.
Ali menjelaskan bendera GAM punya sejarah dengan gerakan separatis bersenjata Aceh yang pernah mengancam kedaulatan negara.
Maka itu, ia mengingatkan bendera GAM bukan simbol budaya atau ekspresi netral. Tapi, bendera GAM sebagai simbol politik separatis
“Kemunculan bendera GAM di ruang publik tidak boleh dinormalisasi,” kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 26 Desember 2025.
Ali menambahkan, pengibaran bendera GAM menunjukkan adanya indikasi separatisme laten yang masih tersisa. Ia bilang negara jangan memberikan ruang pembenaran terhadap simbol yang bertentangan dengan kedaulatan nasional.
Lebih lanjut, ia khawatir jika dibiarkan ada efek yang memunculkan eskalasi.
“Jika dibiarkan, ini bisa memicu efek domino, eskalasi simbolik, dan membuka ruang kebangkitan narasi konflik lama,” jelas Ali.
Kemudian, dia mengingatkan gerakan separatisme modern saat ini tak lagi bergerak dengan pola lama semata. Bagi dia, Gerakan separatisme itu juga mengombinasikan aksi fisik di lapangan dengan provokasi di ruang digital.
Dia bilang media sosial bisa dipakai demi tujuan membangun narasi emosional hingga memelintir persepsi publik.
“Hari ini, media sosial juga bisa menjadi medan tempur kelompok separatisme,” katanya.
Pun, dia mengkritisi dugaan eksploitasi situasi bencana di Aceh. Ali menyoroti munculnya provokasi di tengah duka masyarakat bisa memperlihatkan pola manipulasi emosi publik.
Dia mengatakan demikian karena masyarakat Aceh saat ini tengah menghadapi pascabencana.
“Kondisi psikologis masyarakat Aceh dimanfaatkan untuk membangun rasa ketidakadilan. Kemudian terus diglorifikasi. Ini bisa berisiko memicu konflik horisontal dan mendelegitimasi negara,” jelas Ali.
Ali mengingatkan memori lama soal proses perdamaian Aceh dari hasil yang panjang, mahal, dan penuh pengorbanan. Maka itu, menurut dia, setiap simbol, narasi, dan provokasi yang mengarah pada separatisme bisa mencederai komitmen damai tersebut.
“Menjaga perdamaian berarti menutup semua ruang bagi kebangkitan simbol dan konflik masa lalu,” ujar Ali.
Sebelumnya, heboh di media sosial soal aksi sejumlah warga Aceh yang mengibarkan bendera GAM di tengah penanganan pascabencana banjir dan longsor di provinsi itu. Bahkan, saat pengibaran bendera GAM, ada warga yang berteriak ‘Merdeka, merdeka.”



