HOLOPIS.COM, JAKARTA – Arus informasi yang menyesatkan serta opini provokatif di media sosial dinilai semakin memengaruhi cara publik menilai institusi Polri. Demikian pendapat beberapa analis dan tokoh terkait, yang menyoroti dampak hoaks dan framing negatif terhadap citra polisi.
Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, mengatakan penyebaran hoaks dan framing negatif kerap digunakan untuk menyerang Polri tanpa dasar data. Ia menilai banyak akun sengaja memproduksi ketidakpercayaan terhadap institusi tersebut.
“Media sosial ini seperti pisau bermata dua. Masih banyak masyarakat yang belum cerdas mencerna informasi. Judulnya provokatif langsung dishare, padahal isinya belum tentu benar,” ujar Fernando dalam sebuah dialog yang diselenggarakan di Blok M, Jakarta Selatan, Jumat (21/11/2025).
Fernando menambahkan bahwa media sosial kini sangat mudah membentuk persepsi publik. Kritik liar, kabar bohong, serta narasi tendensius disebutnya semakin memperburuk citra Polri. Ia juga mengingatkan pentingnya mengelola masalah melalui media sosial secara konstruktif, tidak reaktif.
“Yang puas 79,8 persen, tapi yang tidak puas jangan makin bertambah,” katanya.
Meski tingkat kepuasan publik terhadap Polri dinilai tinggi, Fernando menegaskan opini negatif di ranah digital bisa menyebar luas jika ruang hoaks dibiarkan.
Di tempat berbeda, Sekjen JARI 98, Ferry Supriyadi, menilai maraknya hoaks dan permainan opini terkait isu reformasi Polri justru menutupi banyak capaian nyata yang telah dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Polisi itu buah reformasi 98. Yang dilakukan Kapolri sekarang bukan sekadar reformasi, tapi revolusi. Banyak sejarah baru yang dia cetak,” jelas Ferry.
Ferry menyebut langkah-langkah Kapolri saat ini sebagai lompatan besar yang lebih tepat disebut revolusi internal. Ia menegaskan bahwa sederet kasus besar mampu diselesaikan tanpa praktik saling melindungi. “Banyak sejarah yang dicetak di era Jenderal Sigit. Kasus-kasus besar dihadapi tanpa saling lindungi. Itu revolusi,” ujarnya.
Menurut Ferry, isu tentang Tim Reformasi Polri dari pihak luar muncul karena tekanan opini dan propaganda politik yang memanfaatkan situasi tertentu untuk menyerang Polri secara membabi buta. Ia juga menduga wacana tersebut lahir sebagai reaksi terhadap turbulensi politik serta kasus besar pada Agustus lalu.
“Jangan jadikan Polri kambing hitam!” pungkasnya.



