Sombong muncul ketika seseorang merasa lebih baik, lebih berhak, atau lebih mulia daripada orang lain. Dalam Islam, sifat ini termasuk dosa besar, sebab hanya Allah SWT yang berhak atas kesempurnaan dan keagungan.
Memamerkan harta, status, atau pencapaian hanya akan menjauhkan seseorang dari sifat tawadhu’ yang diperintahkan agama.
Luqman mengingatkan hal ini melalui Surah Luqman ayat 18:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
Artinya: Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.
Bersikap Rendah Hati
Kerendahan hati merupakan cerminan karakter mulia. Ia bukan soal melemahkan diri, melainkan kemampuan untuk menjaga sikap meski memiliki kekuatan, kedudukan, atau kelebihan yang tidak dimiliki orang lain.
Nilai ini juga sejalan dengan pepatah Sunda, “Kawas paré, beuki kolot beuki nungkul”, semakin berisi, semakin merunduk.
Nasihat Luqman kembali ditegaskan dalam Surah Luqman ayat 19:
وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِࣖ
Artinya: Berlakulah wajar dalam berjalan dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”



