Merasa Paling Pancasilais ? Waspada, Jangan-jangan Bisa Radikal dan Intoleran


Oleh : Muhammad Ibnu Idris

HOLOPIS.COM, JAKARTA - Radikalisme dan Intoleransi berkebang di Indonesia akibat mayoritas masyarakat menjadikan Pancasila sebatas slogan. Banyak yang mengklaim diri paling Pancasilais untuk mendiskreditkan pihak lain.

Kesimpulan ini menjadi narasi poin dalam dialog publik bertema "Ideologi Pancasila dalam Benturannya dengan Paham Radikal dan Intoleran di Indonesia" yang digelar Forum Pemerhati Bangsa, Sabtu, 15 November 2025.

Dialog publik melalui zoom itu diikuti sekitar 30 orang perwakilan dari sejumlah organisasi aktivis masyarakat, yaitu Forum Anti Penindasan, Forum Tanah Air, Pemuda Tangerang Raya, Papua TV, HMI MPO, dan HMI UNAS.

Pegiat Kebangsaan, Mahadir, yang menjadi pembicara diskusi mengatakan, perkembangan radikalisme dan intoleransi tumbuh subur lantaran masyarakat tidak mampu mengaplikasikan Pancasila dalam tatanan kehidupan sehari-hari.

"Radikalisme dapat tumbuh ketika seseorang mengklaim diri paling Pancasilais, namun dalam praktiknya menolak keberadaan kelompok lain," kata Mahadir.

Menurut Mahadir, fenomena radikalisme dan intoleransi di Indonesia berkembang melalui proses yang gradual dan berakar pada cara sebagian kelompok memahami identitas secara sempit.

"Banyak pihak menjadikan Pancasila sekadar slogan atau identitas simbolik, bukan sebagai pedoman etis dan moral dalam kehidupan bermasyarakat," tukasnya.

Padahal, lanjut Mahadir, Pancasila seharusnya dipahami sebagai nilai hidup bersama yang menuntut keterbukaan, toleransi, dan penghargaan terhadap keberagaman. Pemahaman nilai Pancasila belum diterjemahkan secara substantif.

Lebih lanjut ia menyampaikan, tantangan ideologis semakin kompleks dengan hadirnya infiltrasi ideologi transnasional yang memanfaatkan ruang digital dan ruang sosial untuk memengaruhi opini publik.

Mahadir melihat narasi pemecah belah semakin intensif dan dapat melemahkan ikatan kebangsaan, apabila tidak ditangani dengan pendekatan preventif.

"Kita harus memperkuat ruang dialog di masyarakat. Ruang-ruang komunikasi yang inklusif akan memperkecil peluang berkembangnya paham radikal dan intoleran," jelasnya.

Mahadir lantas memberikan penekanan bahwa merasa berpancasila adalah sangat penting bagi bangsa Indonesia, namun jangan sampai sekadar menjadikan pancasila sebagai simbol, tanpa memahami makna dan melaksanakannya.

"Intoleransi bisa terjadi jika seseorang memahami Pancasila secara sempit, hanya pada simbol, bukan pada praktik sosial," ucap Mahadir.

Pada kesempatan sama, Razaq dari Pemuda Forum Tanah Air menggarisbawahi bahwa generasi muda memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas kebangsaan.

Ia menyampaikan perkembangan globalisasi membawa tantangan baru berupa pengikisan nilai kebersamaan dan meningkatnya individualisme yang berpotensi melemahkan kohesi sosial.

"Keberagaman Indonesia merupakan kekuatan yang harus dikelola secara efektif melalui sikap saling menghormati, gitu loh," tegas Razak.

Razak menganalisa bahwa intoleransi biasanya muncul pada situasi di mana perbedaan tidak dikelola dengan baik atau ketika ruang dialog tertutup.

"Makanya, penting bagi pemuda untuk mengambil peran sebagai penggerak ruang-ruang diskusi yang sehat, baik di lembaga pendidikan, komunitas, maupun platform digital," papar Razak.

Ia menguraikan radikalisme dapat berkembang, manakala individu merasa terpinggirkan atau tidak memiliki ruang ekspresi dalam lingkungan sosial.

Dalam hal ini, Razak mengingatkan perlunya membangun wadah kegiatan yang inklusif, yang dapat memberikan ruang partisipasi kepada seluruh elemen pemuda tanpa memandang latar belakang.

"Menjaga nilai-nilai Pancasila harus dilakukan melalui tindakan nyata yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan dan semangat gotong royong. Apabila ruang kebersamaan diperkuat, maka penetrasi paham radikal dapat diminimalisir secara signifikan," tuntas Razak.

Diskusi sendiri berlangsung sengit, khususnya dalam sesi tanya jawab. Diantaranya ketika salah satu peserta atas nama Febrianti Karepowan yang melontarkan pernyataan filosofis dan reflektif: Apakah intoleransi dapat terjadi meskipun seseorang merasa dirinya paling Pancasilais?.

Tampilan Utama
/