Di bawah empat pilar tersebut, SETARA mengusulkan 12 agenda transformasi tematik, yakni mewujudkan Polri yang humanis dan menjunjung tinggi HAM, melakukan pengawasan yang kuat, partisipatif, dan berlapis. Selain itu, Polri juga harus inklusif dan ramah gender, penegakan hukum yang berkeadilan, serta bebas KKN dan independen.
“Dalam upaya melaksanakan 12 agenda transformasi Polri tersebut, SETARA Institute juga menyusun 24 strategi dalam implementasinya dengan 50 detail aksi,” jelas Ikhsan.
Reformasi TNI dan Polri Harus Jalan Bersama
SETARA menegaskan bahwa reformasi Polri dan TNI harus menjadi agenda kembar. Keduanya sama penting demi memperkuat supremasi sipil dan demokrasi.
“Dalam perspektif demikian, Presiden perlu menempatkan reformasi Polri dan reformasi TNI sebagai agenda kembar yang tidak terpisahkan. Agenda transformasi Polri memastikan bahwa keamanan domestik dikelola oleh institusi sipil yang demokratis dan akuntabel. Sementara reformasi TNI untuk memastikan bahwa militer dikembalikan sepenuhnya pada mandat konstitusionalnya pada bidang pertahanan negara,” ujar Ikhsan.
Dalam konteks itu, SETARA juga mendesak Presiden Prabowo untuk menuntaskan agenda reformasi TNI, termasuk penegakan larangan bisnis militer dan revisi UU Peradilan Militer. Apalagi menurut SETARA Institute, reformasi Polri bukan sekadar kebutuhan internal kelembagaan, tetapi merupakan prasyarat untuk memulihkan kepercayaan publik dan memperkuat demokrasi menuju visi Indonesia Emas 2045.
“Transformasi Polri adalah prasyarat mendesak untuk memulihkan kepercayaan publik, memperkuat legitimasi negara hukum, dan melindungi ruang demokrasi dari praktik represif. Polri yang modern dan humanis dapat menjadi katalisator penting bagi terciptanya iklim demokrasi yang sehat dan inklusif,” pungkasnya.



