HOLOPIS.COM – Pemerhati Ekonomi dan Pembangunan Aceh, Safuadi mengatakan bahwa pembangunan daerah harus bisa mandiri, meskipun transferan dana dari pemerintah pusat tetap dialokasikan.
Hal ini disampaikan karena faktanya, pembangunan di Aceh rerata masih bergantung pada dana dari pemerintah pusat, hal ini yang dianggapnya cukup menghambat pembangunan di tanah serambi mekkah tersebut.
“Aceh selama ini terperangkap dalam pola pembangunan yang terlalu bergantung pada belanja pemerintah dan distribusi dana transfer dari pusat,” kata Safuadi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Holopis.com, Jumat (21/2/2025).
Ia mendorong agar pemerintah Provinsi Aceh lebih mau membuka peluang besar pendapatan daerah dari sektor produktif dan inovatif.
“Transformasi pembangunan Aceh harus diarahkan menuju model yang lebih dinamis, berbasis produktivitas dan inovasi,” ujarnya.
Karena dengan kebijakan yang mendorong investasi swasta, Safuadi nenilai hal itu dapat memperkuat daya saing sumber daya manusia, serta perbaikan iklim usaha.
“Sehingga Aceh dapat keluar dari jebakan ekonomi berbasis konsumsi,” sambung Safuadi.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa penerapan teori distraksi dalam konteks pembangunan Aceh dapat menjadi strategi revolusioner untuk menggeser pola pikir masyarakat dan pemangku kebijakan dari rutinitas yang stagnan menuju inovasi dan efisiensi.
“Distraksi di sini bukanlah gangguan negatif, tetapi cara untuk mengalihkan perhatian dari ketergantungan terhadap dana otonomi khusus dan kebiasaan birokrasi yang lambat ke arah solusi nyata bagi pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.
Safuadi mengatakan bahwa Aceh harus bisa meningkatkan potensi seperti pengembangan zonasi ekonomi khusus hingga penguatan produk lokal. Apalagi di saat era digitalisasi seperti saat ini, ia menilai peluang itu bisa semakin dipermudah.
“Daripada terus berdebat soal anggaran transfer daerah, lebih baik energi difokuskan pada pembangunan ekosistem bisnis yang lebih sehat, seperti pengembangan zona ekonomi khusus, digitalisasi layanan publik, serta promosi ekspor produk unggulan Aceh seperti kopi Gayo, hasil perikanan, dan produk turunan dari industri perkebunan,” jelas Safuadi.
Oleh sebab itu, ia yakin dengan menggeser fokus ke hal-hal produktif, Aceh akan lebih siap dalam menghadapi tantangan ekonomi serta sosial.
“Perlu ada pendekatan berbasis aksi untuk membawa Aceh ke arah yang lebih kompetitif,” pungkasnya.



