Lalu, ES selaku Direktur PT SC dan TC selaku Direktur PT SHJ membentuk kerja sama operasi (KSO) dengan nama Cipta Marga Semangat Hasrat. Dua perusahaan tersebut merupakan pelaksana pembangunan.
“Jadi, ini ada holding ya. (KSO) menjadi kontraktor pelaksana dalam pekerjaan pembangunan flyover tersebut,” tutur Asep.
Kemudian lelang review DED diumumkan pada 17 Oktober 2017 dengan nilai harga perkiraan sendiri (HPS) sebesar Rp 802,5 juta. GR pada 12 November 2017 menyepakati harga pinjam bendera PT PI senilai 7 persen dari nilai kontraknya.
Lalu dilakukan pre-construction meeting antara calon pemenang lelang dan PPK pada 13 November 2017. Saat itu dilakukan penandatanganan dokumen kontrak oleh YN selaku PPK dengan KH selaku Dirut PT PI yang memenangkan lelang DED. Adapun kontrak pekerjaan berlaku selama 6 hari dengan nilai Rp 601,9 juta atau di bawah nilai HPS.
Sempat dilakukan adendum kontrak pekerjaan dengan nilai menjadi Rp 544,9 juta dan masa kontrak pekerjaannya ditambah menjadi 45 hari. Adendum kontrak itu terjadi pada 18 Desember 2017.
Lalu, Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) mengumumkan lelang manajemen konstruksi (MK) proyek pembangunan flyover pada 8 Januari 2018.
PT YK cabang Pekanbaru mendaftar setelah lelang itu diumumkan. Namun, NR dalam pendaftarannya memakai nama orang lain untuk menjadi tim leader demi memenuhi syarat lelang.
YN pada 14 Januari 2018 menetapkan HPS dan kerangka acuan kerja (KAK) sebesar Rp 159,3 miliar. Nilainya tak jauh berbeda dengan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). 26 Januari 2018, kemudian dilakukan pengumuman LPSE proyek flyover.
Dalam rangka mengikuti paket pekerjaan, tersangka TC lalu menyetujui pembuatan KSO dengan PT SC. Padahal, TC awalnya meminta PT SHJ menjadi pihak yang menyediakan material beton, agregat base, dan aspal.
“Kemudian tanggal 21 Februari 2018 ditandatangani surat perjanjian paket pekerjaan pembangunan Fly Over disetujui oleh saudara DEP selaku Kadis PUPR dengan nilai kontrak Rp 1.372.632.800 dan masa kontrak 10 bulan,” ujar Asep.
KPK menjerat para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. “Kerugian itu bisa mencapai Rp 60 miliar lebih,” tandas Asep.