MAKASSAR – Sebanyak 15 kepala daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel) akan dilantik pada 10 Februari 2025. Hal itu diungkapkan oleh Ketua KPU Sulawesi Selatan, Hasbullah, Rabu (22/1/2025).
Kata dia, 15 kepala daerah tersebut dilantik terlebih dahulu karena tidak bersengketa di Mahkamah konstitusi (MK).
“Sementara pelantikan Gubernur tanggal 6 Februari, dan untuk Bupati dan Wali Kota rencananya dilantik 10 Februari,” jelasnya.
Namun kata Hasbullah, kemungkinan pelantikan Gubernur Sulsel akan ditunda karena masih bersengketa di MK.
Sebelumnya, Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja sekaligus rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri RI, Tito Karnavian, KPU RI, Bawaslu RI, serta DKPP.
Adapun pembahasan dalam rapat tersebut adalah terkait jadwal pelantikan kepala daerah mulai dari Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, dan Wali kota-Wakil Wali kota.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy, dalam pembukaannya menyampaikan bahwa agenda pelantikan kepala daerah harus dapat disepakati dalam forum rapat.
“Hari ini agenda kita membahas terkait pelantikan Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, hasil pemilihan serentak nasional tahun 2024, dan karena itu izinkan kita sahkan agenda kita hari ini,” kata Rifqinizamy dalam ruang rapat Komisi II DPR RI, di Gedung Kura-Kura Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Rifqi menyatakan, bahwa berdasarkan norma aturan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2024, disepakati pelantikan kepala daerah akan dilakukan serentak.
Adapun agendanya adalah pada tanggal 7 Februari 2025 untuk pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur, dan pada tanggal 10 Februari 2025 untuk Bupati-Wakil Bupati serta Wali kota-Wakil Wali kota.
Namun, aturan tersebut berlaku untuk kepala daerah terpilih yang tidak mengajukan gugatan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi RI.
“Kita memahami bahwa sejumlah konstruksi peraturan perundang-undangan dan pertimbangan hukum MK dalam putusan 46-47 tahun 2024 memberikan pandangan hukum bahwa Pilkada serentak di dalamnya juga mengandung makna pelantikan serentak, kecuali mereka yang harus melaksanakan Pilkada ulang, pemungutan suara ulang, perhitungan ulang, atau daerah-daerah yang mengalami force majeure,” beber dia.