JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan berbagai bentuk dukungan pasar modal dalam menyukseskan program pemerintah, salah satunya yakni program pembangunan 3 juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dukungan tersebut mencakup sejumlah instrumen pendanaan yang dapat dimanfaatkan, baik oleh perusahaan sektor properti dan real estate, hingga lembaga keuangan yang membiayai pembangunan perumahan.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, perusahaan sektor properti dapat melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO).
Menjadi perusahaan terbuka dinilai dapat menjadi alternatif dalam menggalang dana untuk modal korporasi membangun perumahan.
“Tentunya untuk perusahaan-perusahaan di sektor properti, itu dapat melakukan penerbitan efek bersifat ekuitas, atau melakukan penawaran umum, atau sering kita sebut dengan IPO,” kata Inarno dalam konferensi pers, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (14/1).
Opsi kedua, perusahaan properti dapat memanfaatkan pendanaan melalui surat utang, seperti penerbitan obligasi, sukuk, atau medium-term notes (MTN), maupun long-term notes (LTN).
Hingga 10 Januari 2025, total nilai emisi surat utang (baik obligasi atau sukuk) telah mencapai Rp7 triliun, berasal dari lima emisi yang diterbitkan oleh empat emiten penerbit.
Instrumen lain yang potensial, ujar Inarno, adalah Reksa Dana Pendapatan Tetap (RDPT), yang dirancang untuk mendukung pendanaan di sektor real estate dan perumahan. RDPT dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendanaan sektor real estate dan perumahan di Indonesia.
“Melalui RDPT, perusahaan di sektor perumahan dapat memperoleh pendanaan pembangunan melalui efek bersifat ekuitas, efek bersifat utang, atau hybrid instrumen yang akan menjadi investasi dari RDPT,” tutur Inarno.
OJK juga menyoroti Efek Beragun Aset (EBA) sebagai instrumen pendanaan potensial bagi sektor properti. EBA dapat dimanfaatkan oleh perusahaan di sektor perumahan atau lembaga pembiayaan, atau bank penyalur kredit perumahan untuk memperoleh pendanaan.
“Caranya dengan melakukan sekuritisasi aset keuangan, termasuk piutang usaha, account receivable, future revenue, atau juga future income,” tutur Inarno.
Instrumen lain yang juga mendapat perhatian adalah Dana Investasi Real Estate (DIRE), dan Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA). DIRE merupakan wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan pada aset real estate, aset yang berkaitan dengan real estate, dan/atau kas dan setara kas.
Sedangkan, DINFRA adalah wadah berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya sebagian besar diinvestasikan pada aset infrastruktur oleh Manajer Investasi (MI)
Selain itu, terdapat Efek Beragun Aset-Surat Partisipasi (EBA-SP) yang juga berpeluang besar mendukung pendanaan perumahan.
“Melalui produk ini, lembaga pembiayaan atau bank penyalur kredit perumahan dapat memperoleh pendanaan dengan cara melakukan sekuritisasi aset keuangan berupa KPR (Kredit Pemilikan Rumah), sehingga pendanaan perumahan dapat terus bergulir atau recycle terus,” kata Inarno.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, potensi besar yang dimiliki EBA-SP untuk mendukung program ini.
“Potensi mengoptimalkan EBA-SP ini masih sangat besar. Dan karena itu, OJK bersama stakeholders terkait akan terus memperkuat dan merumuskan antara lain penyempurnaan, skema efek beragunan aset surat partisipasi atau EBA-SP di pasar modal,” ujarnya.