BANTEN – Aktivitas tambang galian tanah yang berlokasi di Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, akhirnya terungkap sebagai kegiatan ilegal, tidak memiliki izin resmi. Oleh karena itu, pihak kepolisian diminta untuk menyelidiki kasus ini dan mengusut pihak-pihak yang terlibat.
Penutupan tambang ini dilakukan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Banten setelah adanya laporan bahwa aktivitas tersebut merusak akses jalan. Aksi tersebut memicu demo oleh warga setempat, yang mengakibatkan tujuh orang dipanggil oleh Polda Banten untuk dimintai keterangan.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas ESDM Banten, Jimmy, menegaskan bahwa penutupan dilakukan karena aktivitas tersebut melanggar tata ruang wilayah. Di Kecamatan Rangkasbitung, tidak diperbolehkan adanya aktivitas tambang atau galian C.
“Kami sudah melakukan penutupan. Jika tidak ada izin tata ruang, berarti kegiatan tersebut ilegal,” ujar Jimmy kepada wartawan pada Selasa (7/1/2025).
Jimmy juga mengungkapkan bahwa tambang ini telah beroperasi selama tiga tahun. Meski telah beberapa kali ditutup, aktivitas ilegal tersebut terus berlanjut secara diam-diam.
Ia menegaskan, penutupan kali ini bersifat final, dan jika ada pelanggaran, pihak yang bersangkutan akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Warga dapat melaporkan jika ada aktivitas tambang yang tidak berizin, dan kami akan segera menindaklanjutinya,” tegasnya.
Sementara itu, Aktivis Lingkungan Wadde mendesak agar aparat penegak hukum, khususnya Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Banten, segera melakukan penyelidikan terhadap para pelaku tambang ilegal ini.
Wadde juga menyampaikan bahwa warga telah melaporkan kasus tersebut ke Direskrimsus Polda Banten, karena kekhawatiran mereka atas dampak buruk dari aktivitas galian ini.
Wadde menambahkan bahwa dugaan keterlibatan Kepala Desa Mekarsari, Iwan Sopiana, semakin menguat karena sejak awal konflik muncul di masyarakat, Iwan tidak pernah hadir untuk menenangkan situasi. Bahkan, ia tidak menunjukkan respons ketika tujuh warga dipanggil oleh Polda Banten terkait masalah ini.
“Diamnya kepala desa selama konflik ini berlangsung semakin memperkuat dugaan keterlibatannya,” ungkap Wadde.
Galian tanah merah ilegal tersebut dikelola oleh Litman. Dampak dari galian ilegal ini sangat merusak. Selain kerusakan lingkungan, seperti jalan yang rusak dan terganggunya lahan persawahan, aspek sosial masyarakat juga terpengaruh.
Lebih lanjut Wadde menyatakan, ketegangan antara warga pun terjadi, bahkan memicu perpecahan akibat perbedaan pandangan terkait aktivitas tambang ini.
“Dampak galian ini sangat merusak. Tidak hanya lingkungan, seperti jalan dan sawah yang rusak, tetapi juga hubungan sosial yang terganggu. Desa kami yang dulunya damai kini penuh konflik,” tambah Wadde.
Masyarakat setempat kini berharap agar aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan aktivitas galian ilegal ini dan memulihkan kondisi di Desa Mekarsari.
“Kami tidak ingin desa kami terus dirusak oleh segelintir orang yang hanya mementingkan keuntungan pribadi,” tutup Wadde.