JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati telah meramu strategi dalam hal pengelolaan utang RI. Salah satunya yakni dengan melakukan prefunding atau penerbitan surat berharga negara sebelum dimulainya APBN 2025.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto menjelaskan, bahwa upaya tersebut dilakukan Kemenkeu guna mengurangi penerbitan utang pada tahun ini, lantaran besarnya biaya utang pada 2025 akibat permasalahan di level global.
“Seiring dengan tantangan global makin besar, kita pastikan pembiayaan utang dilakukan dengan prudent atau biaya cost of fund yang acceptable dan pada risiko yang terkelola dengan baik,” terangnya dalam konferensi pers, seperti dikutip Holopis.com, Senin (6/1).
Suminto menyampaikan, total prefunding yang telah dilakukan oleh Kemenkeu sejak akhir tahun 2024 yakni senilai Rp 85,9 triliun. “Kami telah prefunding Rp 85,9 triliun yang itu akan kurangi issuance 2025,” ungkapnya.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga telah sepakat untuk melakukan debt switch atau penukaran utang antara yang jatuh tempo pada 2025, khususnya untuk pembiayaan Covid-19 dengan SBN reguler yang dapat diperdagangkan di pasar keuangan senilai Rp 100 triliun.
“Itu tentu akan mengurangi issuance di primary market,” tutur Suminto.
Di sisi lain, APBN 2024 menurutnya masih memiliki catatan sisa lebih pembiayaan anggaran atau Silpa senilai Rp 45,4 triliun. Adapula Saldo Anggaran Lebih (SAL) dalam APBN 2024 juga akan tersedia nantinya sebagai bantalan kebutuhan pelaksanaan APBN 2025.
Dengan catatan tersebut, Suminto memastikan defisit APBN 2025 senilai 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang senilai Rp 616,19 triliun membutuhkan pembiayaan utang senilai Rp 775,87 triliun, dan pembiayaan non utang Rp 159,7 triliun sebagai faktor pengurangnya.
Adapun dari Rp 775,87 triliun pembiayaan utang yang dibutuhkan tersebut, akan diisi dari pembiayaan melalui instrumen SBN sebesar Rp 642,50 triliun. Sementara sisanya Rp 133,31 triliun melalui pinjaman.
“Namun demikian sesuai ketentuan di UU APBN, kami memiliki fleksibilitas dari sisi penggunaan instrumen utang sehingga SBN dan pinjaman itu bisa saling menggantikan,” pungkasnya.